LANDASAN PENDIDIKAN INDONESIA
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus
membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi
lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian
kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak
menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa
dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan
perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan
sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama,
mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada
masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang
diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan
dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat
dan peradaban.
1. LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis merupakan landasan yang
berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah
masalah-masalah pokok. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau
bersifat filsafat. Kata filsafat bersumber dari bahasa yunani,philein yang
berarti mencintai dan sopho atau sophis berarti
hikmah, harif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal,
menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai
kehidupandan dunia. Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan
dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor yaitu:
(i) Religi
dan etika yang bertumpu pada keyakinan
(ii) Ilmu
pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada pada keduannya:
kawasannya seluas relig, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena
filsafat tilbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia (Radja
Mudharyadjo, et.al., 1992: 126-143)
Pengguanaan istilah filsafat dapat dalam dua
pendekatan yakni:
(1) Filsafat dari
kelajuan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta
sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuan itu.
(2) Filsafat
sebagai kajian khusus yang formal yang mencangkup logika, epistemology (tentang
benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan
jelek), metafisika (tentang hakikat yang ada termasuk akal itu sendiri), serta social
dan politik (filsafat pemerintah)
a. Pengertian
tentang Landasan Filosofis
Terdapat kaitan yang erat antar pemdidikan dan
filsafat karena filsafat merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat
sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.Filsafat pendidikan berupaya
menjawab secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar
pendidikan.
Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai
cabang filsafat (logika, epistemology, etika dan estetika, metafisika dan
lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip
dan kebenaran kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan pada
bidang pendidikan, antar lain:
(a) Keberadaan dan
kedudukan manusia sebagai mahluk didunia ini seperti yang disimpulkan sebagai zoon
politicon, homo sapiens, animal educandum, dan
sebagainnya.
(b) Masyarakat dan
kebudayannya.
(c) Keterbatasan manusia
sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
(d) Perlunya landasan pemikiran
dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan Ardhana 1986:
Modul 1/9)
Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan
aliran duniannya yang dikemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata
sangat bervarasi, bahkan kadang bertentangan, secara historis terdapat dua
aliran yang saling bertentangan yakni idealisme dan naturalisme (positivisme)
dengan segala variasi masing-masing (Abu Hanifah, 1950) kedua aliran tersebut
telah berkembang pula beberapa aliran lain sehingga terdapat aliran-aliran
filsafat materi, filsafat cita, filsafat hidup, filsafat hakikat, filsafat
eksistensi dan filsafat ujud (Beerling 1951:40) Wayan Ardhamna dan kawan-kawan
(1986: Modul 1/12-18) mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya
mempengaruhi pendidikan tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan
seperti:
(a) Idealisme
(b) Realisme
(c) Perenialisme
(d) Esensialisme
(e) Pragmatisme dan
progresivisme
(f) Eksistensialisme
Waini Rasyidin (dalam Redja Mudyahadjo, et.al,.
1992: 140-150) membedakan antara aliran filsafat yang besar pengaruhnya
terhadap pendidikan adalah idealisme, realisme (positivisme, materialisme),
neothomisme dan pragmatisme sedangkan mazhab filsafat pendidikan adalah
esensialisme, perenialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme.
Naturalism merupakan aliran filsafat yang
menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh pancaindra sebagai
kebenaran yang sebenarnya. Realisme menekankan pada pengakuan adanya kenyataan
hakiki yang objektif di luar manusia. Positivisme mengemukakan bahwa kalau
sesuatu itu memang ada maka adanya itu pastilah dapat diamati dan atau diukur.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang
mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan
praktis dengan kata lain paham ini menyatakan yang berdasar itu harus benar
atau ukuran kebenaran didasarkan ada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada
manusia. Salah seorang tokoh pragmatisme mengemukakan bahwa penerapan konsep
pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap yaitu:
(1) Situasi
tak tentu (indeterminate situation) yakni timbulnya situasi ketegangann didalam
pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik
(2) Diagnosis
yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan faktor penyebabnya
(3) Hipotesis
yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah.
(4) Pengujian
hipotesis yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta
implikasinya masing-masing jika dipraktekkan
(5) Evaluasi,
yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
Bagi pragmatisme, pendidikan adalah suatu proses
eksperimental dan metode pengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah.
Progresivisme menentang pendidikan tradisional serta mengembangkan teori
pendidikan dengan prinsip-prinsip antara lain:
(a) Anak
harus bebas agar dapat berkembang wajar
(b) Menumbuhkan
minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
(c) Guru
harus menjadi peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
(d) Harus
ada kerjasama sekolah dan rumah
(e) Sekolah
progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan eksperimentasi.
Meskipun seringkali terjadi pertentangan antar
agama dan filsafat, namun terdapat bebera[a tokoh besar yang mengemukakan
pandangan filosofis yang berpijak pada filsafat agama seperti Ibnu Sina atau
Avicenna (980-1037), Al-Gazali (1058-1111), dan Ibnu Rush atau Averroes
(1126-1198) dari agama islam, st, Thomas Aquinas (1225-1274) dari agama katolik
yang dapat dianggap puncak skolastik Kristen denga bfilsafat neothomisme
Lao-tse dari Tacis China, Rabidranat tagore di India dan sebagainya. Pendapat
aliran ini termasuk manusia sebagai penciptaan tertinggi.
Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas
empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan
penyelengaraan pendidikan.
1. Esensialisme
Esensialisme merupakan mazhab filsafat
pendidikan yang menerapkan prinsip idealism secara eklektis. Mazhab
esensialisme ,ulai lebih dominan di Eropa sejak adanya semacam pertentangan
diantara pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran-pelajaran
teoritik (liberal art) yang memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran
praktek (practical arts). Menurut nazhab esensialisme yang termasuk the liberal
arts yaitu:
(1) Penguasa
bahasa termasuk retorika
(2) Gramatika
(3) Kesusastraan
(4) Filsafat
(5) Ilmu
kealaman
(6) Matematika
(7) Sejarah
(8) Seni
keindahan (fine art)
Besarnya pengaruh esensialisme umpama di USA
terlihat dikampus perguruan tinggi dengan gelar akademik sarjana muda (Bachelor
of Arts atau BA) dalam ilmu apapun juga haruslah dikeluarkan oleh “the college
of liberal arts” yang berfungsi memberikan pelajaran pokok-pokok (essential)
sesuai dengan perkembangan ilmu pada peradaban modern. Pendidikan yang
dikembangkan pada zaman belanda di Indonesia didasarkan atas mazhab
esensialisme sedangkan yang swasta mengembangkan mazhab perenialisme ialah
pihak swasta.
2. Perenialisme
Adanya persamaan perenialisme dan esensialisme,
yakni keduannya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran
yang pokok-pokok (subject centered). Oerbedaannya ialah perenialisme menekankan
keabadian kehikmatan yaitu:
(1) Pengetahuan
yang benar (truth)
(2) Keindahan
(beauty)
(3) Kecintaan
pada kebaikan (goodness)
Prinsip pendidikan:
(1) Konsep
pendidikan itu bersifat abadi karena hakikat manusia tidak pernah berubah
(2) Inti pendidikan
haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia yang unik yaitu kemampuan
berfikir
(3) Tujuan belajar
ialah mengenal kebenaran abadi dan universal
(4) Pendidikan
merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya
(5) Kebenaran yang
abadi itu diajarkan melalui peljaran-pelajaran dasar (basic subject)
Kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang
harus mencangkup:
(1) Bahasa
(2) Matematika
(3) Logika
(4) Ilmu
pengetahuan alam
(5) Sejarah
3. Pragmatisme
dan Progresivisme
Manusia akan mengalami perkembangan apabila
berinteraksi dengan lingkungannya berdasarkan pemikiran. Sekolah merupaka
lembaga yang bertugas memilih dan menyederhanakan unsure kebudayaan yang
dibutuhkan oleh individu, belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif
dengan cara memecahkan masalah. Guru harus bertindak sebagai pembimbing atau
fasilitator bagi siswa.
Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif
mengembangkan teori pendidikan yang mendasaran diri pada beberapa prinsip
antara lain:
(a) Anak
harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
(b) Pengalaman
langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar
(c) Guru
harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar
(d) Sekolah
progresif harus merupkan sebuah laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagogus dan eksperimentasi.
4. Rekonstruksionisme
Mazhab rekontruksionisme adalah suatu kelanjutan
yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan. Oleh karena itu
sekolah perlu mengembangkan suatu ediologi kemasyarakatan yang demokratis.
Keunikan mazhab ini ialah teorinya mengenai peranan guru yakni sebagai
kepemimpinan dalam metode proyek yang memberi peranan kepada murid cukup besar
dalam proses pendidikan. Namun sebagai pemimpin penelitian guru dituntut upaya
menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan
muridnya.
b. Pancasila
sebagai Landasan filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU RI no. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Penjelasan UU RI no. 2 Tahun 1989 yang menegaskan bahwa pembangunan nasional
termasuk di bidang pendidikan adalah pengalaman pancasila dan untuk itu
pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “Pembentukan manusia Pancasila
sebagai manusia pembangun yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri” MPR-RI No.
II/MPR/1978 tentang pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
menegaskan pula bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh Bangsa Indonesia dan
dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber system nilai dalam pendidikan.
P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa
sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
termasuk dalam bidang pendidikan. Ketetapan MPR-RI No. II/MPR/1978 tersebut
diatas memberi petunjuk petunjuk nyata dan jelas wujud pengalamannya dalam
kelima sila dari Pancasila.
Petunjuk pengamalan Pancasila tersebut dapat
pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai Pancasila sebagai berikut:
1) Ketuhanan
Yang Maha Esa
(1) Percaya
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(2) Hormat
menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan pemeluk-pemeluk
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
(3) Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
(4) Tidak
memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang
2) Kemanusiaan
yang adil dan beradab
(5) Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antar
sesama manusia
(6) Saling
mencintai sesame manusia
(7) Mengembangkan
sikap tenggang rasa
(8) Tidak
semana-mena terhadap orang lain
(9) Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(10) Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan
(11) Berani
membela kebenaran dan keadilan
(12) Bangsa
Indonesia merakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia , Karena itu
dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain
3) Persatuan
Indonesia
(13) Menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan
(14) Rela
berkorban demi kehidupan bangsa dan Negara
(15) Cinta
tanah air dan bangsa
(16) Bangga
menjadi bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
(17) Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan.
(18) Mengutamakan
kepentingan Negara dan masyarakat
(19) Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain
(20) Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
(21) Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
(22) Dengan
itikad yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah
(23) Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
(24) Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa menjunjung tinggi bakat dan martabat serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
5) Keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia
(25) Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan bergotongroyong
(26) Bersikap
riil
(27) Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban
(28) Menghormati
hak-hak orang lain
(29) Suka
memberi pertolongan kepada orang lain
(30) Menjauhi
sikap pemerasan kepada orang lain
(31) Tidak
bersifat boros
(32) Tidak
bergaya hidup mewah
(33) Tidak
melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
(34) Suka
bekerja keras
(35) Menghargai
hasil karya orang lain
(36) Bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social
2. LANDASAN SOSIOLOGIS
Manusia selalu hidup berkrlompok, sesuatu yang
juga terdapat pada makhluk hidup lainnya, yakni hewan. Meskipun demikian,
pengelompokan manusia jauh lebih rumit dari pengelompokan hewan.
Kehidupan manusia dipelajari oleh filsafat, yang
berusaha membedakan manusia sebagai individu dan manusia sebagai
anggota masyarakat. Pandangan aliran-aliran filsafat tentang realitas sosial
itu berbeda-beda, sehingga ditemukan bermacam-macam aliran filsafat sosial.
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa,
karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang
memperoleh pijakan yang kukuh. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan
August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
positif yang mempelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan
sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Karena banyaknya realitas sosial
maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi
ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan
lain-lain.
a. Pengertian tentang
Landasan Sosiologi
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu atau bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Perhatian sosiologi terhadap kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang pendidikan sosiologi.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial pendidikan yang meliputi 4 bidang :
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu atau bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Perhatian sosiologi terhadap kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang pendidikan sosiologi.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial pendidikan yang meliputi 4 bidang :
1. Hubungan
sistem pendidikan dengan aspek masyarakat.
2. Hubungan
kemanusian disekolah
3. Pengaruh
sekolah pada prilaku anggotanya.
4. Sekolah
dalam komunitas, mempelajari interaksi sekolah dengan kelompok sosial lain
dalam satu komunitas.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua
jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah. Proses sosialisasi pertama kali dimulai dari lingkungan
keluarga karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama bagi setiap manusia.
Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 Ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan
dalam keluarga, dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral,
dan nilai keterampilan.. Meskipun pendidikan formal telah mengambil
sebagian tugas keluarga dalam mendidik anak tetapi pengaruh keluarga tetap
penting.
Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat, seperti kelompok keagamaan, organisasi pemuda, pramuka, dll. Terdapat satu kelompok yang disebut kelompok sebaya yang juga merupakan agen sosial yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia anak. Sebagai lembaga sosial , kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang jelas dan tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen. Tapi kelompok sebaya dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuat diantara anggota kelompoknya. Terdapat beberapa hal yang disumbangkan oleh kelompok sebaya dalam proses sosialisasi anak, antara lain bahwa kelompok sebaya memberi model, memberikan identitas, serta memberikan dukungan juga dapat memberikan jalan pada anak untuk lebih independen dan menumbuhkan sikap kerjasama dan membuka horison anak lebih luas.
Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat, seperti kelompok keagamaan, organisasi pemuda, pramuka, dll. Terdapat satu kelompok yang disebut kelompok sebaya yang juga merupakan agen sosial yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia anak. Sebagai lembaga sosial , kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang jelas dan tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen. Tapi kelompok sebaya dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuat diantara anggota kelompoknya. Terdapat beberapa hal yang disumbangkan oleh kelompok sebaya dalam proses sosialisasi anak, antara lain bahwa kelompok sebaya memberi model, memberikan identitas, serta memberikan dukungan juga dapat memberikan jalan pada anak untuk lebih independen dan menumbuhkan sikap kerjasama dan membuka horison anak lebih luas.
b. Masyarakat Indonesia
sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang
berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan
norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya bertempat tinggal disuatu
wilayah tertentu, dan adakalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki
kepentingan bersama. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama
antara lain :
1. Adanya
interaksi antar warga-warganya.
2. Pola
tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan
aturan-aturan yang khas.
3. Ada rasa
identitas kuat yang mengikat pada warganya.
Dari dulu higga kini, ciri yang menonjol dari
masyaraakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang tersebar diribuan pulau di
nusantara. Melalui penjalanan yang panjang, masyarakat yang bhineka tersebut
akhirnya mencpai satu kesatuan politik untuk mendirikan suatu negara serta
berusaha mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang bhineka
tunggal ika. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri
yang unik , yakni :
1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial.
1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial.
2. Secara vertikal ditandai oleh adanya
perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah, dan lapisan rendah.
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan,
utamanya pada zaman pemerintahan orde baru, telah mengalami banyak perubahan.
Sebagian masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara
horizontal maupun vertikal masih ditemukan demikian pula halnya dengan
sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan yang belum terhapuskan
seluruhnya. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui kegiatan jalur
sekolah (misal dengan mata pelajaran Pancasila) , maupun jalur pendidikan luar
sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran) telah mulai menumbuhkan
benih-benih kesatuan yang semakin kukuh. Bebagai upaya tersebut dilaksanakan
dengan tidak mengabaikn kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.
3.LANDASAN KULTURAL
Pendidikan
selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota
masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No.2
Tahun 1989 pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila danUUD 1945. Kebudayaan dan
pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat
dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal.
Yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa
norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang
dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu.
a. Pengertian
tentang Landasan Kultural
Kebudayaan selalu terkait dengan pendidikan, utamanya
belajar. Kebudayaan dalam arti luas dapat berwujud:
1. Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan
sebagainya
2. Kelakuan berpola dari manusia dalam
mayarakat, dan
3. Fisik yakni benda hasil karya manusia
Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau
kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Contoh
dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan
anak-anak mengatakan sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan bagaimana
mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Oleh sebab itu anak-anak harus
diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya
mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke
masyarakat. Ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal,
nonformal, dan formal. Pendidikan formal dirancang untuk mengarahkan
perkembangan tingkah laku anak didik. Kalau masyarakat hanya mentransmisi
kebudayaan yang mereka miliki kepada generasi penerus maka tidak akan
memperoleh kemajuan. Oleh karena itu diperlukan perubahan yang disesuaikan
dengan kondisi baru agar terbentuk tingkah laku, nilai-nilai, norma-norma yang
sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha ini disebut
transformasi kebudayaan. Lembaga pendidikan, utamanya sekolah digunakan sebagai
alat transmisi dan transformasi kebudayaan.
Pada masyarakat primitif, transmisi kebudayaan
dilakukan secara informal dan nonformal. Sedangkan pada masyarakat maju sekolah
sebagai lembaga sosial mempunyai peranan yang sangat penting sebab pendidikan
tidak hanya berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan kepada generasi penerus,
tetapi juga berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman. Perlu dikemukakan dalam bidang pendidikan,
kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan, penganut
pendidikan sebagai pelestarian (teaching a conservingactivity) dan
penganut pendidikan sebagai pembaruan (teaching as a subversive
activity). Yang satu mengutamakan sosialisasisedangkan yang kedua
mengutamakan perkembangan atau agen pembaruan.
Pendidikan di Indonesia tidak memihak salah satu
kutub, akan tetapi mengutamakan keseimbangan dan keselarasan keduanya. Hal ini
penting apabila diingat bahwakemajuan teknologi komunikasi telah menyebabkan
datangnya pengaruh kebudayaan dari luar semakin keras.
b. Kebudayaan
Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Yang dimaksud dengan sisdiknas adalah pendidikan
yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. Karena kebudayaan masyarakat
Indonesia majemuk maka kebudayaan bangsa indonesia lebih tepat disebut
kebudayaan Nusantara. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima
secara nasional disebut kebudayaan Nasional. Pada awal perkembangannya, suatu
kebudayaan berkat kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan
kesengajaan manusia menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya.
Setiap individu yang lahir selalu menghadapi dua
sistem sekaligus yaitu sistem kebudayaan dan sistem lingkungan alam. Individu
dalam masyarakat modern sangat dipengaruhi oleh besar dan kompleksnya kehidupan
masyarakat modern dan kecanggihan kebudayaannya. Ini berarti bahwa individu
hanya dapat hidup dalam masyarakat atau kebudayaan modern, apabila ia mau dan
mampu belajar terus menerus.
Salah satu upaya penyesuaian penddikan jalur
sekolah dengan keragaman latar belakang sosial budaya di Indonesia adalah
dengan memerlakukan muatan lokal di dalam kurikulum sekolah. Pelestarian dan
pengembangan kekayaan yang unik dari setiap daerah itu melalui upaya pendidikan
sebagai wujud dari kebhinekaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Beberapa tahun
terakhir, makin kuat pendapat bahwa pendidikan seharusnya diupayakan agar lebih
menjamin adanya keterikatan antara peserta didik dengan lingkungannya. Oleh
karena itu, sebagai contoh, muatan lokal dalam kurikulum tidak hanya sekedar
meneruskan minat dan kemahiran yang ada di daerah tertentu tapi juga serentak
memperbaiki/meningkatkan sesuai dengan perkembangan iptek/eni dan kebutuhan
masyarakat.
4. LANDASAN PSIKOLOGIS
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan
manusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang
penting dalam bidang pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dari
pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang
proses perkembangan dan proses belajar. Terdapat beberapa pandangan tentang
hakikat manusia ditinjau dari segi psikologis dalam kaitannya dengan pendidikan,
yakni strategi disposisional, strategi behavioral, dan strategi
phenomenologis/humanistik. Strategi disposisional, terutama pandangan
konstitusional dari Kretschmer dan Sheldom, memberikan tekanan pada peranan
faktor hereditas dalam perkembangan manusia. Pada strategi behavioral dan
strategi phenomenologis ditekankan peranan faktor belajar dalam perkembangan
tersebut, akan tetapi keduanya mempunyai pandangan yang berbeda tentang
bagaimana proses belajar itu terjadi. Perbedaan itu terjadi karena adanya “two
models of man” (istilah dari William D. Hitt, 1969) yang menyebabkan terjadinya
“Lockean and Leibnitzian tradition” (istilah dari G.W. Allport). Bagi tradisi
ala J. Locke (Lockean Tradition) pengetahuan berasal dari stimulasi eksternal
sehingga manusia adalah penerima dan pelanjut informasi, sedang tradisi ala G.
Leibnitz berpendapat bahwa pengetahuan dihasilkan dari dalam, manusia sebagai
pembangkit atau generator informasi. Strategi behavioral bertolak belakang dari
“ Lockean Tradition” memandang manusia terutama sebagai makhluk
pasif yang tergantung pada pengaruh lingkungannya. Strategi phenomenologis
bertolak dari “Leibnitzian tradition” yang memandang manusia sebagai makhluk
aktif yang mampu bereaksi dan melakukan pilihan-pilihan sendiri, pandangan ini
tampak pada “A Humanistik Phsycology” dari Carl R. Rogers. Perbedaan pandangan
tentang hakikat manusia sitinjau dari segi psikoedukatif tersebut anatara lain
tampak dalam perbedaan pandangan tentang teori-teori belajar, faktor-faktor
penentu perkembangan manusia, dan sebagainya. Perbedaan pendapat tersebut dapat
berdampak pula terhadap pandangan tentang pendidikan.
a. Pengertian
tentang Landasan Psikologis
Pemahaman peserta didik, utamanya yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Pleh
karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya
dalam bidang pendidikan, umpama pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi,
urutan, dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara
paling tepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologis menyediakan
sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta
gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Perbedaan individual terjadi karena adanya
perbedaaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang
berkaitan dengan kecerdasan dan bakat, tetapi juga perbedaan pengalaman dan
tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita, bahkan perbedaan
kepribadian secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman hal-hal tersebut
akan sangat penting bagi pendidikan bukan hanya tentang ciri-ciri perbedaannya,
tetapi juga perkembangan dan faktor-faktor penyebabnya, bagaimana cara
penanganannya, dan sebagainya. Salah satu yang banyak mendapat perhatian adalah
perbeedaan kepribadian antar peserta didik pada khususnya, dan manusia pada
umumnya. perlu ditekankan bahwa kepribadian itu unik.Oleh karena itu, pemahaman
perkembangan kepribadian akan sangat bermanfaat untuk kependidikan, utamanya
dalam membantu peserta didik mengembangkan kepribadiannya.
Dalam upaya memenuhi kebutuhanya itu maka
manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungannya itu
akan menyebabkan manusia mngembangkan kemampuannya melalui proses belajar, semakin
kuat motif sebagai upaya pemenuhan kebutuhan itu, semakin kuat pula proses
belajar yang terjadi dan pada gilirannya akan semakin tinggi hasil belajar yang
dapat dicapainya. Sebagai pendapat tentang motif tersebut sangat di dominasi
oleh konsep-konsep nafsu dan atau kebutuhan S. Freud menekankan peranan nafsu
(drive) terhadap perilaku manusia, baik nafsu hidup(libido) maupun nafsu mati
atau nafsu agresif(thanatos). Bahkan teori Freud tersebut tidak sekadar teori
motivasi, tetapi telah diakui sebagai teori kepribadian (Sulo Lipu La Sulo,
1981: 10-18). Selanjutnya, contoh lain, A.Maslow mengemukakan kategorisasi
kebutuhan-kebutuhan menjadi enam kelompok, mulai dari yang paling sederhana dan
mendasar yang meliputi :
1. Kebutuhan
fisiologis
2. Kebutuhan
rasa aman
3. Kebutuhan
akan cinta dan pengakuan
4. Kebutuhan
harga diri (esteem needs)
5. Kebutuhan
untuk aktualisasi diri
6. Kebutuhan
untuk mengetahui dan memahami.
Menurut Maslow kebutuhan yang paling utama
adalah kebutuhan fisiologis, dan individu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
ini sebelum mengejar kebutuhan akan rasa aman. Pemuasan kebutuhan tingkat
terendah hingga yang keempat sangat dipengaruhi oleh orang lain, sedangkan yang
terakhir sangat ditentukan oleh diri sendiri.
Kajian psikologis yang erat hubungannya dengan
pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar.
Kecerdasan umum (inteligensi) ataupun kecerdassan dalam bidang tertentu (bakat)
banyak dipengaruhi oleh kemampuan potensial yang hanya akan aktual apabila
dikembangkan dalam situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena
adanya pengalaman. Jeans Piaget berpendapat bahwa kecerdasan merupakan
internalisasi pengalaman. Indeks kecerdasan, yang sering dikenal dengan IQ,
dapat diukur dengan tes-tes kecerdasan (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/46).
Pengembangan kecerdasan itu akan terwujud dalam berbagai bentuk kemampuan
berpikir, baik berpikir konvergen (memusat) dan divergen (memencar), maupun
berpikir intuitif dan reflektif. Dewey (1910, dari Wayan Ardhana
1986: Modul 1/47) mengajukan lima langkah pokok untuk memecahkan masalah :
1. Menyadari dan merumuskan suatu kesulitan
2. Mengumpulkan informasi yang relevan
3. Merakit dan mengklasifikasi data serta
merumuskan hipotesis-hipotesis.
4. Menerima atau menolak hipotesis yentatif
5. Merumuskan kesimpulan dan mengadakan
evaluasi
Sedangkan James Conant (1951, dari Wayan Ardhana
1986: Modul 1/47) mengajukan enam langkah dalam pemecahan masalah :
1. Menyadari
dan merumuskan sesuatu
2. Mengumpulkan informasi yang relevan
3. Merumuskan hipotesis
4. Mengadakan proses deduksi dari hipotesis
5. Menguji hipotesis dalam situasi aktual
6. Menerima, mengubah atau menolak
hipotesis.
b. Perkembangan
Peserta didik sebagai Landasan Psikologi
Peserta didik selalu ada dalam proses perubahan
baik karena pertumbuhan maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena
pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan
sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.
Perkembangan manusia sejak konsepsi (pertemuan
ovum dan sperma) sampai saat kematian sebagai perubahan maju (progresif)
ataupun kadang-kadang kemunduran (regresif). Tumbuh kembang manusia sepanjang
hidupnya sering dikelompokkan menjadi beberapa periode umpamanya: masa prenatal
(sebelum lahir) dan postnatal (sesudah lahir) yang meliputi masa bayi, masa
kanak-kanak, masa anak sekolah, masa remaja, masa dewasa, masa kemunduran, dan
masa tua.
Salah satu aspek dari pengembangan manusia
seutuhnya adalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian, utamannya agar
dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi
pendapat namun dapat dikemukakan beberapa prinsip umum perkembangan
kepribadian. Disebut sebagai prinsip-prinsip umum karena:
(1) Prinsip
itu mungkin dirumuskan dengan variasi tertentu dalam berbagai teori
kepribadian.
(2) Prinsip
itu akan tampak berfariasi pada kepribadian manusia tertentu (sebab:
kepribadian itu unik)
Salah satu prinsip perkembangan kepribadian
ialah bahwa perkembangan keprbadian mencangkup aspek behavioral maupun aspek
motivasional : dengan perkembangan kepribadian, bukan hanya perubahan dari tingkah
laku yang tampak tetapi juga perubahan dari mendorong tingkah laku itu.
Prinsip kedua dari perkembangan kepribadian
adalah bahwa kepribadian mengalami perkembangan yang menerus dan tidak
terputus-putus meskipun pada suatu periode tertentu akan mengalami perkembangan
yang menerus dibandingkan dengan periode yang lainya.
Perkebangan kepribadian selain faktor selain
faktor kekeluargaan, juga dipengaruhi oleh faktor hereditas seperti (keadaan
fisik, inteligensi, temperamen dan sebagainya) dan faktor social budaya diluar
lingkungan keluarga. Alexander dengan tegas mengemukakan tiga faktor utama yang
bekerja dalam menentukan pola kepribadian seseorang yakni:
(1) Bekal hereditas individu
(2) Pengalaman awal di keluarga
(3) Peristiwa penting dalam hidupnya
diluar lingkungan keluarga.
Terdapat dua hal tentang kepribadian yang
penting ditijau dari konteks perkembangan kepribadian:
(1) Terintegrasinya
seluruh komponen kepribadian ke dalam struktur yang terorganisasi secara
sistematik
(2) Terjadinya
pola-pola tingkah yang konsisten dalam menghadapi lingkungannya.
Kedua hal tersebut mempunyai saling hubungan
yang sangat erat sekali. Yang pertama erat kaitannya dengan konsep Ego (Freud),
propium (Allport) dan jen (Hsu) maupun dengan self (W. James) dan self system
(sullivan) yang merupaka inti (core) dan kepribadian.
5.LANDASAN ILMIAH DAN TEKNOLOGIS
Seperti
diketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran, dengan kata lain,
pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek.
Seiring dengan kemajuan iptek pada umumnya, ilmu pendidikan juga mengalami
kemajuan yang pesat; begitu juga dengan cabang-cabang khusus dari ilmu-ilmu
prilaku yang menyajikan pendidikan seperti psikologi pendidikan dan sosiologi
pendidikan. Dengan perkembangan iptek dan kebutuhan masyarakat yang makin
kompleks maka pendidikan dalam segala aspeknya mau tak mau harus mengakomodasi
perkembangan itu, baik perkembangan iptek maupun perkembangan masyarakat.
Selanjutnya, karena kebutuhan pendidikan yang sangat mendesak maka banyak
teknologi dari berbagai bidang ilmu segera diadopsi ke dalam penyelenggaraan
pendidikan, dan kemajuan itu segera dimanfaatkan oleh penyelenggara pendidikan
itu.
a. Pengertian
tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Terdapat beberapa istilah yang perlu dikaji agar
jelas makna dan kedudukan masing-masing, yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan,
teknologi, serta istilah lain yang terkait dengannya. Pengetahuan (knowledge)
adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara pengindraan terhadap
fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu. Dengan demikian, pengetahuan
meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu-ilmu sosial atau social sciences,
dan ilmu-ilmu alam atau natural sciences), humaniora (seni, filsafat,
bahasa, dan sebagainya) serta wahyu keagamaan atau yang sejenisnya. Dilihat
dari segi tujuan pokoknya, sering pula dibedakan ilmu dasar (basic science)
dan ilmu terapan (applied science). Hasil dari ilmu terapan itu harus
dialih ragamkan (ditransformasikan) menjadi bahan, alat, atau prosedur kerja
kegiatan ini biasa disebut pengembangan (development). Tingkat lanjut
dan hasil kegiatan pengembangan itulah yang disebut teknologi.
Landasan antologis dari ilmu berkaitan dengan
objek yang ditelaah oleh ilmu adalah: apa yang ingin diketahui oleh ilmu,
bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia? Objek ilmu itu selalu
berkaitan dengan pengalaman manusia yang dapat dikomunikasikan kepada orang
lain. Untuk itu ilmu mempunyai tiga asumsi tentang objek empiris itu, yakni:
1. Objek-objek tertentu mempunyai keserupaan
satu sama lain yang memungkinkan dilakukan klasifikasi
2. Objek dalam jangka waktu tertentu tidak
mengalami perubahan (kelestarian yang relatif)
3. Adanya determinisme, bahwa suatu gejala
bukan merupakan kejadian yang kebetulan tetapi mempunyai pola tertentu yang
bersifat tetap
Landasan epistemologi dari ilmu berkaitan dengan
segenap proses untuk memeroleh pengetahuan ilmiah, yakni: Bagaimana
prosedurnya, apakah yang harus diperhatikan agar memperoleh kebenaran?
Cara/teknik/sarana apa yang dapat membantu mendapatkannya? Seperti iptek itu
sendiri, metode keilmuan juga mengalami perkembangan sebagai akumulasi pendapat
manusia yang kini dikenal sebagai Model Induktif-Hipotetiko-Deduktif
Landasan aksiologis dari ilmu berkaitan dengan
manfaat atau kegunaan pengetahuan ilmiah itu, yaitu: untuk apa pengetahuan
ilmiah itu dipergunakan? Bagaimana kaitannya dengan nilai-nilai moral? Ilmu
telah berjasa mengubah wajah dunia dalam berbagai bidang serta memajukan
kesejahteraan manusia. Dengan kata lain, manusia pemilik ilmu yang harus
menentukan apakah ilmunya itu bermanfaat bagi manusia atau sebaliknya.
Seperti telah dikemukakan, pengetahuan yang
memenuhi ketiga landasan diatas (ontologis, epistemologis, dan aksiologis) yang
disebh karena ilmu atau ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, istilah ilmu atau
ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh
informasi serta manfaat dari informasi itu. Pendidikan bukan hanya berperan
dalam pewarisan iptek tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar iptek dan
calon pakar iptek itu. Dengan demikian, pendidikan akan dapat mewujudkan
fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut.
b. Perkembangan Iptek sebagai Landasan
Ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha
manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada
permulaan kehidupan manusia. Pada zaman dulu, manusia purba senantiasa
menghadapi kekuasaan alam yang mendominasi kehidupan. Berkat perkembangan
iptek, hubungan kekuasaan antara manusia dan alam itu dapat dikatakan terbalik:
Alam kini di bawah kekuasaan manusia.
Seperti telah dikemukakan, pengembangan dan
pemanfaatan iptek ditempuh melalui rangkaian kegiatan: penelitian dasar,
penelitian penerapan, pengembangan teknologi, penerapan teknologi, serta
biasanya diikuti dengan evaluasi ethis-politis-religius. Karena kecepatan
perkembangann iptek, banyak pihak yang memandang bahwa evaluasi akhir itu tidak
memadai lagi dan seringkali dilaksanakan terlambat. Oleh karena itu, diharapkan
agar dilakukan pengarahan awal secara moral-ethis, yang dilanjutkan dengan
pemantauan-pengecekan sementara rangkaian kegiatan berlangsung dan akhirnya
dilakukan evaluasi akhir.
Peserta didik seyogianya sedini mungkin
mengalami sosialisasi ilmiah meskipun dalam bentuk sederhana. Dengan demikian,
baik kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin dikembangkan dalam diri
pesrta didik. Seperti diketahui, beberapa tahun terakhir di sekolah telah digalakkan
pelaksanaan cara belajar siswa aktif dengan penekanan ketrampilan proses.
Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara
serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar iptek dan
calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.
6.LANDASAN HISTORIS
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia
tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia
terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta
menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam
perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa
yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul
dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya
bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas,
sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara
kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam,
yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi, secara historis nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi
dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain
adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan
sebagai dasar filsafat negara serta ideology bangsa dan negara, bukan sebagai
suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila
Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau
historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau
pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang
proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode
tertentu di masa yang lampau.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang
ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana
keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian
juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi
penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat
meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan
datang.
7. LANDASAN EKONOMI
Pada zaman pasca modern atau globalisasi
sekarang ini, yang sebagian besar manusianya cenderung mengutamakan
kesejahteraan materi dibanding kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat
perhatian yang sangat besar. Tidak banyak orang mementingkan peningkatan
spiritual. Sebagian besar dari mereka ingin hidup enak dalam arti jasmaniah.
Seperti diketahui dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Oleh sebab itu
ada kewajiban suatu lembaga pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana
yang mungkin bias digali adalah sebagai berikut :
1.
Dari pemerintah dalam
bentuk proyek-proyek pembangunan, penelitian-penelitian bersaing, pertandingan
karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan lainnya.
2.
Dari kerjasama dengan
instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia usaha. Kerjasama ini bias
dalam bentuk proyek penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan proyek
pengembangan bersama.
3.
Membentuk pajak
pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yang sudah mapan, satu daerah kecil,
dan sebagainya. Program ini dirancang bersama antara lembaga pendidikan dengan
pemerintah setempat dan masyarakat. Dengan cara ini bukan orang tua siswa saja
yang akan membayar dana pendidikan, melainkan semua masyarakat.
4.
Usaha-usaha lain,
misalnya :
a. Mengadakan seni pentas
keliling atau dipentaskan di masyarakatb. Menjual hasil karya nyata anak-anakc.
Membuat bazaard. Mendirikan kafetariae. Mendirikan took keperluan personalia
pendidikan dan anak-anakf. Mencari donator tetapg. Mengumpulkan sumbanganh.
Mengaktifkan BP 3 khusus dalam meningkatkan dana pendidikan.Seperti diketahui
setiap lembaga pendidikan mengelola sejumlah dana pendidikan yang bersumber
dari pemerintah (untuk lembaga pendidikan negeri), masyarakat, dan usaha
lembaga itu sendiri. Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan tiga
kelompok yaitu :
1. Dana rutin, ialah dana
yang dipakai membiayai kegiatan rutin, seperti gaji, pendidikan, penelitian,
pengabdian masyarakat, perkantoran, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.
2. Dana pembangunan,
ialah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam berbagai
bidang. Yang dimaksudkan dengan pembangunan disini adalah membangun yang belum
ada, seperti prasarana dan sarana, alat-alat belajar, media, pembentukan
kurikulum baru, dan sebagainya.
3. Dana bantuan
masyarakat, termasuk SPP, yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum
dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan atau untuk memperbesar dana itu.
8. LANDASAN
HUKUM
Landasan hukum pendidikan
adalah peraturan yang dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan. Tetapi, tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh
aturan-aturan ini, seperti cara mengajar dan membuat persiapan mengajar,
sebagian besar dikembangkan sendiri oleh pendidik.
Undang-undang Pendidikan :
1. Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Pasal-pasal yang
berhubungan dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya2 pasal,
yaitu pasal
31 dan 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai
wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN
dan APBD, dan sistem pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang
kebudayaan.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang
undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga
terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah
terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional,
prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua
dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa
pengantar, estándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan,
pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi
akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan
pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup.
3.Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang
ketentuan umum(istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan
tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari
kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode
etik, sangsi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Rangkuman :
Landasan Pendidikan
diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia,agar
pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi atau
pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama.
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus
dari8 generasi ke generasi dimanaopin di dunia ini. Dengan kata lain,
pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandaskan
sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Adapun
landasan-landasan pendidikan yang dapat kami jelaskan dalam tugas ini yaitu:
landasan filosofis yang merupakan landasan yang berkaitan dengan makna
atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok. Yang
kedua ada landasan sosiologis yang merupakan suatu landasan dimana terjadi
proses interaksi antara dua individu atau bahkan dua generasi, yang
memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Landasan Kultural yang
merupakan landasan pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
yang berdasarkan pada Pancasila danUUD 1945. Landasan Psikologis merupakan
landasan pendidikan yang selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga
landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang
pendidikan. Landasan Ilmiah dan Teknologis merupakan landasan pendidikan yang
berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek, karena kita
ketahui bersama bahwa iptek sangat penting dalam kehidupan zaman
sekarang. Landasan historis merupakan landasan pendidikan
yang tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Landasan
Ekonomimenjadi suatu landasan pendidikan karena seperti yang diketahui dana
pendidikan di Indonesia sangat terbatas, jadi perlu adanya landasan ekonomi
sebagai landasan pendidikan untuk memperbaiki dana pendidikan agar dapat
memenuhi kegiatan pendidikan di Indonesia . Dan yang terakhir adalah landasan
hukum yang merupakan landasan yang dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan.
Daftar Pustaka :
Tirtarahardja, Umar dan
S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Bahri, Syamsul. 2007.
Landasan Pendidikan. Dapat diakses padahttp://syamsulberau.wordpress.com/2007/11/16/landasan-pendidikan/. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2012.
Posting : http://jihadamizan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar