Rabu, 27 Maret 2013

LANDASAN PENDIDIKAN INDONESIA


LANDASAN PENDIDIKAN INDONESIA

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.
   1.      LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat. Kata filsafat bersumber dari bahasa yunani,philein yang berarti mencintai dan sopho atau sophis berarti hikmah, harif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupandan dunia. Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor yaitu:

(i)       Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
(ii)     Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada pada keduannya: kawasannya seluas relig, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat tilbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia (Radja Mudharyadjo, et.al., 1992: 126-143)
Pengguanaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan yakni:
(1)     Filsafat dari kelajuan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuan itu.
(2)     Filsafat sebagai kajian khusus yang formal yang mencangkup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang ada termasuk akal itu sendiri), serta social dan politik (filsafat pemerintah)
   a.      Pengertian tentang Landasan Filosofis
Terdapat kaitan yang erat antar pemdidikan dan filsafat karena filsafat merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.Filsafat pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan.
Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemology, etika dan estetika, metafisika dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan pada bidang pendidikan, antar lain:
(a)    Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai mahluk didunia ini seperti yang disimpulkan sebagai zoon politiconhomo sapiensanimal educandum, dan sebagainnya.
(b)   Masyarakat dan kebudayannya.
(c)    Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
(d)   Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan Ardhana 1986: Modul 1/9)
Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan aliran duniannya yang dikemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat bervarasi, bahkan kadang bertentangan, secara historis terdapat dua aliran yang saling bertentangan yakni idealisme dan naturalisme (positivisme) dengan segala variasi masing-masing (Abu Hanifah, 1950) kedua aliran tersebut telah berkembang pula beberapa aliran lain sehingga terdapat aliran-aliran filsafat materi, filsafat cita, filsafat hidup, filsafat hakikat, filsafat eksistensi dan filsafat ujud (Beerling 1951:40) Wayan Ardhamna dan kawan-kawan (1986: Modul 1/12-18) mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi pendidikan tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan seperti:
(a)    Idealisme
(b)   Realisme
(c)    Perenialisme
(d)   Esensialisme
(e)    Pragmatisme dan progresivisme
(f)    Eksistensialisme

Waini Rasyidin (dalam Redja Mudyahadjo, et.al,. 1992: 140-150) membedakan antara aliran filsafat yang besar pengaruhnya terhadap pendidikan adalah idealisme, realisme (positivisme, materialisme), neothomisme dan pragmatisme sedangkan mazhab filsafat pendidikan adalah esensialisme, perenialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme.
Naturalism merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh pancaindra sebagai kebenaran yang sebenarnya. Realisme menekankan pada pengakuan adanya kenyataan hakiki yang objektif di luar manusia. Positivisme mengemukakan bahwa kalau sesuatu itu memang ada maka adanya itu pastilah dapat diamati dan atau diukur.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis dengan kata lain paham ini menyatakan yang berdasar itu harus benar atau ukuran kebenaran didasarkan ada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia. Salah seorang tokoh pragmatisme mengemukakan bahwa penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap yaitu:
(1)     Situasi tak tentu (indeterminate situation) yakni timbulnya situasi ketegangann didalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik
(2)     Diagnosis yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan faktor penyebabnya
(3)     Hipotesis yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah.
(4)     Pengujian hipotesis yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta implikasinya masing-masing jika dipraktekkan
(5)     Evaluasi, yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.

Bagi pragmatisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode pengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah. Progresivisme menentang pendidikan tradisional serta mengembangkan teori pendidikan dengan prinsip-prinsip antara lain:
(a)      Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar
(b)     Menumbuhkan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
(c)      Guru harus menjadi peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
(d)     Harus ada kerjasama sekolah dan rumah
(e)      Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan eksperimentasi.

Meskipun seringkali terjadi pertentangan antar agama dan filsafat, namun terdapat bebera[a tokoh besar yang mengemukakan pandangan filosofis yang berpijak pada filsafat agama seperti Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037), Al-Gazali (1058-1111), dan Ibnu Rush atau Averroes (1126-1198) dari agama islam, st, Thomas Aquinas (1225-1274) dari agama katolik yang dapat dianggap puncak skolastik Kristen denga bfilsafat neothomisme Lao-tse dari Tacis China, Rabidranat tagore di India dan sebagainya. Pendapat aliran ini termasuk manusia sebagai penciptaan tertinggi.
Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelengaraan pendidikan.

1.        Esensialisme
Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealism secara eklektis. Mazhab esensialisme ,ulai lebih dominan di Eropa sejak adanya semacam pertentangan diantara pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran-pelajaran teoritik (liberal art) yang memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran praktek (practical arts). Menurut nazhab esensialisme yang termasuk the liberal arts yaitu:
(1)      Penguasa bahasa termasuk retorika
(2)      Gramatika
(3)      Kesusastraan
(4)      Filsafat
(5)      Ilmu kealaman
(6)      Matematika
(7)      Sejarah
(8)      Seni keindahan (fine art)
Besarnya pengaruh esensialisme umpama di USA terlihat dikampus perguruan tinggi dengan gelar akademik sarjana muda (Bachelor of Arts atau BA) dalam ilmu apapun juga haruslah dikeluarkan oleh “the college of liberal arts” yang berfungsi memberikan pelajaran pokok-pokok (essential) sesuai dengan perkembangan ilmu pada peradaban modern. Pendidikan yang dikembangkan pada zaman belanda di Indonesia didasarkan atas mazhab esensialisme sedangkan yang swasta mengembangkan mazhab perenialisme ialah pihak swasta.

2.        Perenialisme
Adanya persamaan perenialisme dan esensialisme, yakni keduannya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Oerbedaannya ialah perenialisme menekankan keabadian kehikmatan yaitu:
(1)      Pengetahuan yang benar (truth)
(2)      Keindahan (beauty)
(3)      Kecintaan pada kebaikan (goodness)



Prinsip pendidikan:
(1)     Konsep pendidikan itu bersifat abadi karena hakikat manusia tidak pernah berubah
(2)     Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia yang unik yaitu kemampuan berfikir
(3)     Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal
(4)     Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya
(5)     Kebenaran yang abadi itu diajarkan melalui peljaran-pelajaran dasar (basic subject)
Kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencangkup:
(1)      Bahasa
(2)      Matematika
(3)      Logika
(4)      Ilmu pengetahuan alam
(5)      Sejarah

3.        Pragmatisme dan Progresivisme
Manusia akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungannya berdasarkan pemikiran. Sekolah merupaka lembaga yang bertugas memilih dan menyederhanakan unsure kebudayaan yang dibutuhkan oleh individu, belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif dengan cara memecahkan masalah. Guru harus bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator bagi siswa.

Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasaran diri pada beberapa prinsip antara lain:
(a)      Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
(b)      Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar
(c)      Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar
(d)     Sekolah progresif harus merupkan sebuah laboratorium untuk melakukan reformasi pedagogus dan eksperimentasi.

4.        Rekonstruksionisme
Mazhab rekontruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan. Oleh karena itu sekolah perlu mengembangkan suatu ediologi kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan mazhab ini ialah teorinya mengenai peranan guru yakni sebagai kepemimpinan dalam metode proyek yang memberi peranan kepada murid cukup besar dalam proses pendidikan. Namun sebagai pemimpin penelitian guru dituntut upaya menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya.

   b.      Pancasila sebagai Landasan filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU RI no. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penjelasan UU RI no. 2 Tahun 1989 yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk di bidang pendidikan adalah pengalaman pancasila dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangun yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri” MPR-RI No. II/MPR/1978 tentang pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan pula bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh Bangsa Indonesia dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber system nilai dalam pendidikan.
P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam bidang pendidikan. Ketetapan MPR-RI No. II/MPR/1978 tersebut diatas memberi petunjuk petunjuk nyata dan jelas wujud pengalamannya dalam kelima sila dari Pancasila.
Petunjuk pengamalan Pancasila tersebut dapat pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai Pancasila sebagai berikut:
1)   Ketuhanan Yang Maha Esa
(1)      Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(2)      Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan pemeluk-pemeluk kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
(3)      Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
(4)      Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang

2)   Kemanusiaan yang adil dan beradab

(5)      Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antar sesama manusia
(6)      Saling mencintai sesame manusia
(7)      Mengembangkan sikap tenggang rasa
(8)      Tidak semana-mena terhadap orang lain
(9)      Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(10)  Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
(11)  Berani membela kebenaran dan keadilan
(12)  Bangsa Indonesia merakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia , Karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain

3)        Persatuan Indonesia
(13)  Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan
(14)  Rela berkorban demi kehidupan bangsa dan Negara
(15)  Cinta tanah air dan bangsa
(16)  Bangga menjadi bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
(17)  Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.


4)   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan.
(18)      Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
(19)      Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
(20)      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
(21)      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
(22)      Dengan itikad yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
(23)      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
(24)      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa menjunjung tinggi bakat dan martabat serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5)   Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
(25)      Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan bergotongroyong
(26)      Bersikap riil
(27)      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
(28)      Menghormati hak-hak orang lain
(29)      Suka memberi pertolongan kepada orang lain
(30)      Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain
(31)      Tidak bersifat boros
(32)      Tidak bergaya hidup mewah
(33)      Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
(34)      Suka bekerja keras
(35)      Menghargai hasil karya orang lain
(36)      Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social

2. LANDASAN SOSIOLOGIS
Manusia selalu hidup berkrlompok, sesuatu yang juga terdapat pada makhluk hidup lainnya, yakni hewan. Meskipun demikian, pengelompokan manusia jauh lebih rumit dari pengelompokan hewan.
Kehidupan manusia dipelajari oleh filsafat, yang berusaha membedakan manusia sebagai individu  dan manusia sebagai anggota masyarakat. Pandangan aliran-aliran filsafat tentang realitas sosial itu berbeda-beda, sehingga ditemukan bermacam-macam aliran filsafat sosial.
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kukuh. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan positif yang mempelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Karena banyaknya realitas sosial maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan lain-lain.
a.    Pengertian tentang Landasan Sosiologi
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu atau bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Perhatian sosiologi terhadap kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang pendidikan sosiologi.
Sosiologi pendidikan merupakan  analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial pendidikan yang meliputi 4 bidang :
1.      Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat.
2.      Hubungan kemanusian disekolah
3.      Pengaruh sekolah pada prilaku anggotanya.
4.      Sekolah dalam komunitas, mempelajari interaksi sekolah dengan kelompok sosial lain dalam satu komunitas.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.  Proses sosialisasi pertama kali dimulai dari lingkungan keluarga karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama bagi setiap manusia. Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 Ayat 4 dinyatakan bahwa “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga, dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan nilai keterampilan..  Meskipun pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas keluarga dalam mendidik anak tetapi pengaruh keluarga tetap penting.
Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat, seperti kelompok keagamaan, organisasi pemuda, pramuka, dll. Terdapat satu kelompok yang disebut kelompok sebaya yang juga merupakan agen sosial yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia anak. Sebagai lembaga sosial , kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang jelas dan tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen.  Tapi kelompok sebaya dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuat diantara anggota kelompoknya.  Terdapat beberapa hal yang disumbangkan oleh kelompok sebaya dalam proses sosialisasi anak, antara lain bahwa kelompok sebaya memberi model, memberikan identitas, serta memberikan dukungan juga dapat memberikan jalan pada anak untuk lebih independen dan menumbuhkan sikap kerjasama dan membuka horison anak lebih luas.
b.    Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya bertempat tinggal disuatu wilayah tertentu, dan adakalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama antara lain :
1.      Adanya interaksi antar warga-warganya.
2.      Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang khas.
3.      Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya.
Dari dulu higga kini, ciri yang menonjol dari masyaraakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang tersebar diribuan pulau di nusantara. Melalui penjalanan yang panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya mencpai satu kesatuan politik untuk mendirikan suatu negara serta berusaha mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang bhineka tunggal ika. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang unik , yakni :
1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial.
2. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah, dan lapisan rendah.
Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan orde baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagian masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih ditemukan demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan yang belum terhapuskan seluruhnya.  Berbagai upaya dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah (misal dengan mata pelajaran Pancasila) , maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran) telah mulai menumbuhkan benih-benih kesatuan yang semakin kukuh. Bebagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikn kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.


3.LANDASAN KULTURAL
            Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No.2 Tahun 1989 pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila danUUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu.
a.      Pengertian tentang Landasan Kultural
Kebudayaan selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas dapat berwujud:
   1.      Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya
   2.      Kelakuan berpola dari manusia dalam mayarakat, dan
   3.      Fisik yakni benda hasil karya manusia
Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan anak-anak mengatakan sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Oleh sebab itu anak-anak harus diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Pendidikan formal dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah laku anak didik. Kalau masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka miliki kepada generasi penerus maka tidak akan memperoleh kemajuan. Oleh karena itu diperlukan perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru agar terbentuk tingkah laku, nilai-nilai, norma-norma yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga pendidikan, utamanya sekolah digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan.
Pada masyarakat primitif, transmisi kebudayaan dilakukan secara informal dan nonformal. Sedangkan pada masyarakat maju sekolah sebagai lembaga sosial mempunyai peranan yang sangat penting sebab pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi juga berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Perlu dikemukakan dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan,  penganut pendidikan sebagai pelestarian (teaching a conservingactivity) dan penganut pendidikan  sebagai pembaruan (teaching as a subversive activity). Yang satu mengutamakan sosialisasisedangkan yang kedua mengutamakan perkembangan atau agen pembaruan.
Pendidikan di Indonesia tidak memihak salah satu kutub, akan tetapi mengutamakan keseimbangan dan keselarasan keduanya. Hal ini penting apabila diingat bahwakemajuan teknologi komunikasi telah menyebabkan datangnya pengaruh kebudayaan dari luar semakin keras.
    b.      Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Yang dimaksud dengan sisdiknas adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. Karena kebudayaan masyarakat Indonesia majemuk maka kebudayaan bangsa indonesia lebih tepat disebut kebudayaan Nusantara. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima secara nasional disebut kebudayaan Nasional. Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan berkat kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya.
Setiap individu yang lahir selalu menghadapi dua sistem sekaligus yaitu sistem kebudayaan dan sistem lingkungan alam. Individu dalam masyarakat modern sangat dipengaruhi oleh besar dan kompleksnya kehidupan masyarakat modern dan kecanggihan kebudayaannya. Ini berarti bahwa individu hanya dapat hidup dalam masyarakat atau kebudayaan modern, apabila ia mau dan mampu belajar terus menerus.
Salah satu upaya penyesuaian penddikan jalur sekolah dengan keragaman latar belakang sosial budaya di Indonesia adalah dengan memerlakukan muatan lokal di dalam kurikulum sekolah. Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik dari setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari kebhinekaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Beberapa tahun terakhir, makin kuat pendapat bahwa pendidikan seharusnya diupayakan agar lebih menjamin adanya keterikatan antara peserta didik dengan lingkungannya. Oleh karena itu, sebagai contoh, muatan lokal dalam kurikulum tidak hanya sekedar meneruskan minat dan kemahiran yang ada di daerah tertentu tapi juga serentak memperbaiki/meningkatkan sesuai dengan perkembangan iptek/eni dan kebutuhan masyarakat.

   4.     LANDASAN PSIKOLOGIS
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar. Terdapat beberapa pandangan tentang hakikat manusia ditinjau dari segi psikologis dalam kaitannya dengan pendidikan, yakni strategi disposisional, strategi behavioral, dan strategi phenomenologis/humanistik. Strategi disposisional, terutama pandangan konstitusional dari Kretschmer dan Sheldom, memberikan tekanan pada peranan faktor hereditas dalam perkembangan manusia. Pada strategi behavioral dan strategi phenomenologis ditekankan peranan faktor belajar dalam perkembangan tersebut, akan tetapi keduanya mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana proses belajar itu terjadi. Perbedaan itu terjadi karena adanya “two models of man” (istilah dari William D. Hitt, 1969) yang menyebabkan terjadinya “Lockean and Leibnitzian tradition” (istilah dari G.W. Allport). Bagi tradisi ala J. Locke (Lockean Tradition) pengetahuan berasal dari stimulasi eksternal sehingga manusia adalah penerima dan pelanjut informasi, sedang tradisi ala G. Leibnitz berpendapat bahwa pengetahuan dihasilkan dari dalam, manusia sebagai pembangkit atau generator informasi. Strategi behavioral bertolak belakang dari “ Lockean Tradition”  memandang manusia terutama sebagai makhluk pasif yang tergantung pada pengaruh lingkungannya. Strategi phenomenologis bertolak dari “Leibnitzian tradition” yang memandang manusia sebagai makhluk aktif yang mampu bereaksi dan melakukan pilihan-pilihan sendiri, pandangan ini tampak pada “A Humanistik Phsycology” dari Carl R. Rogers. Perbedaan pandangan tentang hakikat manusia sitinjau dari segi psikoedukatif tersebut anatara lain tampak dalam perbedaan pandangan tentang teori-teori belajar, faktor-faktor penentu perkembangan manusia, dan sebagainya. Perbedaan pendapat tersebut dapat berdampak pula terhadap pandangan tentang pendidikan.

a.    Pengertian tentang Landasan Psikologis
Pemahaman peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Pleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, umpama pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan, dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologis menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat, tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita, bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman hal-hal tersebut akan sangat penting bagi pendidikan bukan hanya tentang ciri-ciri perbedaannya, tetapi juga perkembangan dan faktor-faktor penyebabnya, bagaimana cara penanganannya, dan sebagainya. Salah satu yang banyak mendapat perhatian adalah perbeedaan kepribadian antar peserta didik pada khususnya, dan manusia pada umumnya. perlu ditekankan bahwa kepribadian itu unik.Oleh karena itu, pemahaman perkembangan kepribadian akan sangat bermanfaat untuk kependidikan, utamanya dalam membantu peserta didik mengembangkan kepribadiannya.
Dalam upaya memenuhi kebutuhanya itu maka manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungannya itu akan menyebabkan manusia mngembangkan kemampuannya melalui proses belajar, semakin kuat motif sebagai upaya pemenuhan kebutuhan itu, semakin kuat pula proses belajar yang terjadi dan pada gilirannya akan semakin tinggi hasil belajar yang dapat dicapainya. Sebagai pendapat tentang motif tersebut sangat di dominasi oleh konsep-konsep nafsu dan atau kebutuhan S. Freud menekankan peranan nafsu (drive) terhadap perilaku manusia, baik nafsu hidup(libido) maupun nafsu mati atau nafsu agresif(thanatos). Bahkan teori Freud tersebut tidak sekadar teori motivasi, tetapi telah diakui sebagai teori kepribadian (Sulo Lipu La Sulo, 1981: 10-18). Selanjutnya, contoh lain, A.Maslow mengemukakan kategorisasi kebutuhan-kebutuhan menjadi enam kelompok, mulai dari yang paling sederhana dan mendasar yang meliputi :
1.      Kebutuhan fisiologis
2.      Kebutuhan rasa aman
3.      Kebutuhan akan cinta dan pengakuan
4.      Kebutuhan harga diri (esteem needs)
5.      Kebutuhan untuk aktualisasi diri
6.      Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami.
Menurut Maslow kebutuhan yang paling utama adalah kebutuhan fisiologis, dan individu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ini sebelum mengejar kebutuhan akan rasa aman. Pemuasan kebutuhan tingkat terendah hingga yang keempat sangat dipengaruhi oleh orang lain, sedangkan yang terakhir sangat ditentukan oleh diri sendiri.
Kajian psikologis yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar. Kecerdasan umum (inteligensi) ataupun kecerdassan dalam bidang tertentu (bakat) banyak dipengaruhi oleh kemampuan potensial yang hanya akan aktual apabila dikembangkan dalam situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya pengalaman. Jeans Piaget berpendapat bahwa kecerdasan merupakan internalisasi pengalaman. Indeks kecerdasan, yang sering dikenal dengan IQ, dapat diukur dengan tes-tes kecerdasan (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/46). Pengembangan kecerdasan itu akan terwujud dalam berbagai bentuk kemampuan berpikir, baik berpikir konvergen (memusat) dan divergen (memencar), maupun berpikir intuitif dan reflektif.  Dewey (1910, dari Wayan Ardhana 1986: Modul 1/47) mengajukan lima langkah pokok untuk memecahkan masalah :
   1.      Menyadari dan merumuskan suatu kesulitan
   2.      Mengumpulkan informasi yang relevan
   3.      Merakit dan mengklasifikasi data serta merumuskan hipotesis-hipotesis.
   4.      Menerima atau menolak hipotesis yentatif
   5.      Merumuskan kesimpulan dan mengadakan evaluasi
Sedangkan James Conant (1951, dari Wayan Ardhana 1986: Modul 1/47) mengajukan enam langkah dalam pemecahan masalah :
   1.      Menyadari dan merumuskan sesuatu
   2.      Mengumpulkan informasi yang relevan
   3.      Merumuskan hipotesis
   4.      Mengadakan proses deduksi dari hipotesis
   5.      Menguji hipotesis dalam situasi aktual
   6.      Menerima, mengubah atau menolak hipotesis.

b.        Perkembangan Peserta didik sebagai Landasan Psikologi
Peserta didik selalu ada dalam proses perubahan baik karena pertumbuhan maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.

Perkembangan manusia sejak konsepsi (pertemuan ovum dan sperma) sampai saat kematian sebagai perubahan maju (progresif) ataupun kadang-kadang kemunduran (regresif). Tumbuh kembang manusia sepanjang hidupnya sering dikelompokkan menjadi beberapa periode umpamanya: masa prenatal (sebelum lahir) dan postnatal (sesudah lahir) yang meliputi masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak sekolah, masa remaja, masa dewasa, masa kemunduran, dan masa tua.

Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian, utamannya agar dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat namun dapat dikemukakan beberapa prinsip umum perkembangan kepribadian. Disebut sebagai prinsip-prinsip umum karena:
(1)          Prinsip itu mungkin dirumuskan dengan variasi tertentu dalam berbagai teori kepribadian.
(2)          Prinsip itu akan tampak berfariasi pada kepribadian manusia tertentu (sebab: kepribadian itu unik)

Salah satu prinsip perkembangan kepribadian ialah bahwa perkembangan keprbadian mencangkup aspek behavioral maupun aspek motivasional : dengan perkembangan kepribadian, bukan hanya perubahan dari tingkah laku yang tampak tetapi juga perubahan dari mendorong tingkah laku itu.

Prinsip kedua dari perkembangan kepribadian adalah bahwa kepribadian mengalami perkembangan yang menerus dan tidak terputus-putus meskipun pada suatu periode tertentu akan mengalami perkembangan yang menerus dibandingkan dengan periode yang lainya.

Perkebangan kepribadian selain faktor selain faktor kekeluargaan, juga dipengaruhi oleh faktor hereditas seperti (keadaan fisik, inteligensi, temperamen dan sebagainya) dan faktor social budaya diluar lingkungan keluarga. Alexander dengan tegas mengemukakan tiga faktor utama yang bekerja dalam menentukan pola kepribadian seseorang yakni:
(1)   Bekal hereditas individu
(2)   Pengalaman awal di keluarga
(3)   Peristiwa penting dalam hidupnya diluar lingkungan keluarga.


Terdapat dua hal tentang kepribadian yang penting ditijau dari konteks perkembangan kepribadian:
(1)     Terintegrasinya seluruh komponen kepribadian ke dalam struktur yang terorganisasi secara sistematik
(2)     Terjadinya pola-pola tingkah yang konsisten dalam menghadapi lingkungannya.

Kedua hal tersebut mempunyai saling hubungan yang sangat erat sekali. Yang pertama erat kaitannya dengan konsep Ego (Freud), propium (Allport) dan jen (Hsu) maupun dengan self (W. James) dan self system (sullivan) yang merupaka inti (core) dan kepribadian.

5.LANDASAN ILMIAH DAN TEKNOLOGIS
            Seperti diketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran, dengan kata lain, pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Seiring dengan kemajuan iptek pada umumnya, ilmu pendidikan juga mengalami kemajuan yang pesat; begitu juga dengan cabang-cabang khusus dari ilmu-ilmu prilaku yang menyajikan pendidikan seperti psikologi pendidikan dan sosiologi pendidikan. Dengan perkembangan iptek dan kebutuhan masyarakat yang makin kompleks maka pendidikan dalam segala aspeknya mau tak mau harus mengakomodasi perkembangan itu, baik perkembangan iptek maupun perkembangan masyarakat. Selanjutnya, karena kebutuhan pendidikan yang sangat mendesak maka banyak teknologi dari berbagai bidang ilmu segera diadopsi ke dalam penyelenggaraan pendidikan, dan kemajuan itu segera dimanfaatkan oleh penyelenggara pendidikan itu.
   a.      Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Terdapat beberapa istilah yang perlu dikaji agar jelas makna dan kedudukan masing-masing, yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi, serta istilah lain yang terkait dengannya. Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara pengindraan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu. Dengan demikian, pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu-ilmu sosial atau social sciences, dan ilmu-ilmu alam atau natural sciences), humaniora (seni, filsafat, bahasa, dan sebagainya) serta wahyu keagamaan atau yang sejenisnya. Dilihat dari segi tujuan pokoknya, sering pula dibedakan ilmu dasar (basic science) dan ilmu terapan (applied science). Hasil dari ilmu terapan itu harus dialih ragamkan (ditransformasikan) menjadi bahan, alat, atau prosedur kerja kegiatan ini biasa disebut pengembangan (development). Tingkat lanjut dan hasil kegiatan pengembangan itulah yang disebut teknologi.
Landasan antologis dari ilmu berkaitan dengan objek yang ditelaah oleh ilmu adalah: apa yang ingin diketahui oleh ilmu, bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia? Objek ilmu itu selalu berkaitan dengan pengalaman manusia yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Untuk itu ilmu mempunyai tiga asumsi tentang objek empiris itu, yakni:
   1.      Objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain yang memungkinkan dilakukan klasifikasi
   2.      Objek dalam jangka waktu tertentu tidak mengalami perubahan (kelestarian yang relatif)
   3.      Adanya determinisme, bahwa suatu gejala bukan merupakan kejadian yang kebetulan tetapi mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap
Landasan epistemologi dari ilmu berkaitan dengan segenap proses untuk memeroleh pengetahuan ilmiah, yakni: Bagaimana prosedurnya, apakah yang harus diperhatikan agar memperoleh kebenaran? Cara/teknik/sarana apa yang dapat membantu mendapatkannya? Seperti iptek itu sendiri, metode keilmuan juga mengalami perkembangan sebagai akumulasi pendapat manusia yang kini dikenal sebagai Model Induktif-Hipotetiko-Deduktif
Landasan aksiologis dari ilmu berkaitan dengan manfaat atau kegunaan pengetahuan ilmiah itu, yaitu: untuk apa pengetahuan ilmiah itu dipergunakan? Bagaimana kaitannya dengan nilai-nilai moral? Ilmu telah berjasa mengubah wajah dunia dalam berbagai bidang serta memajukan kesejahteraan manusia. Dengan kata lain, manusia pemilik ilmu yang harus menentukan apakah ilmunya itu bermanfaat bagi manusia atau sebaliknya.
Seperti telah dikemukakan, pengetahuan yang memenuhi ketiga landasan diatas (ontologis, epistemologis, dan aksiologis) yang disebh karena ilmu atau ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat dari informasi itu. Pendidikan bukan hanya berperan dalam pewarisan iptek tetapi juga ikut menyiapkan manusia yang sadar iptek dan calon pakar iptek itu. Dengan demikian, pendidikan akan dapat mewujudkan fungsinya dalam pelestarian dan pengembangan iptek tersebut.
    b.      Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah
Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Pada zaman dulu, manusia purba senantiasa menghadapi kekuasaan alam yang mendominasi kehidupan. Berkat perkembangan iptek, hubungan kekuasaan antara manusia dan alam itu dapat dikatakan terbalik: Alam kini di bawah kekuasaan manusia.
Seperti telah dikemukakan, pengembangan dan pemanfaatan iptek ditempuh melalui rangkaian kegiatan: penelitian dasar, penelitian penerapan, pengembangan teknologi, penerapan teknologi, serta biasanya diikuti dengan evaluasi ethis-politis-religius. Karena kecepatan perkembangann iptek, banyak pihak yang memandang bahwa evaluasi akhir itu tidak memadai lagi dan seringkali dilaksanakan terlambat. Oleh karena itu, diharapkan agar dilakukan pengarahan awal secara moral-ethis, yang dilanjutkan dengan pemantauan-pengecekan sementara rangkaian kegiatan berlangsung dan akhirnya dilakukan evaluasi akhir.
Peserta didik seyogianya sedini mungkin mengalami sosialisasi ilmiah meskipun dalam bentuk sederhana. Dengan demikian, baik kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin dikembangkan dalam diri pesrta didik. Seperti diketahui, beberapa tahun terakhir di sekolah telah digalakkan pelaksanaan cara belajar siswa aktif dengan penekanan ketrampilan proses. Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.
     6.LANDASAN HISTORIS
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu  prinsip yang tersimpul dalam  pandangan hidup serta  filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi, secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta ideology bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
7.  LANDASAN EKONOMI
Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, yang sebagian besar manusianya cenderung mengutamakan kesejahteraan materi dibanding kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar. Tidak banyak orang mementingkan peningkatan spiritual. Sebagian besar dari mereka ingin hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban suatu lembaga pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana yang mungkin bias digali adalah sebagai berikut :
1.                   Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, penelitian-penelitian bersaing, pertandingan karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan lainnya.
2.                  Dari kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia usaha. Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan proyek pengembangan bersama.
3.                  Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yang sudah mapan, satu daerah kecil, dan sebagainya. Program ini dirancang bersama antara lembaga pendidikan dengan pemerintah setempat dan masyarakat. Dengan cara ini bukan orang tua siswa saja yang akan membayar dana pendidikan, melainkan semua masyarakat.
4.                  Usaha-usaha lain, misalnya :
a.    Mengadakan seni pentas keliling atau dipentaskan di masyarakatb. Menjual hasil karya nyata anak-anakc. Membuat bazaard. Mendirikan kafetariae. Mendirikan took keperluan personalia pendidikan dan anak-anakf. Mencari donator tetapg. Mengumpulkan sumbanganh. Mengaktifkan BP 3 khusus dalam meningkatkan dana pendidikan.Seperti diketahui setiap lembaga pendidikan mengelola sejumlah dana pendidikan yang bersumber dari pemerintah (untuk lembaga pendidikan negeri), masyarakat, dan usaha lembaga itu sendiri. Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan tiga kelompok yaitu :
1.    Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin, seperti gaji, pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, perkantoran, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.
2.    Dana pembangunan, ialah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam berbagai bidang. Yang dimaksudkan dengan pembangunan disini adalah membangun yang belum ada, seperti prasarana dan sarana, alat-alat belajar, media, pembentukan kurikulum baru, dan sebagainya.
3.    Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP, yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan atau untuk memperbesar dana itu.

      8. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum pendidikan adalah peraturan yang dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Tetapi, tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan ini, seperti cara mengajar dan membuat persiapan mengajar, sebagian besar dikembangkan sendiri oleh pendidik.

Undang-undang Pendidikan :
1.      Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Pasal-pasal yang berhubungan dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya2 pasal, yaitu pasal 31 dan 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sistem pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, estándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
3.Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sangsi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.










Rangkuman :
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita Indonesia,agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama. Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari8 generasi ke generasi dimanaopin di dunia ini. Dengan kata lain, pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Adapun landasan-landasan pendidikan yang dapat kami jelaskan dalam tugas ini yaitu: landasan filosofis yang merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok. Yang kedua ada landasan sosiologis yang merupakan suatu landasan dimana terjadi proses interaksi antara dua individu atau bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Landasan Kultural yang merupakan landasan pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila danUUD 1945. Landasan Psikologis merupakan landasan pendidikan yang selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Landasan Ilmiah dan Teknologis merupakan landasan pendidikan yang berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek, karena kita ketahui bersama bahwa iptek sangat penting dalam kehidupan zaman sekarang. Landasan historis merupakan landasan pendidikan yang  tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Landasan Ekonomimenjadi suatu landasan pendidikan karena seperti yang diketahui dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas, jadi perlu adanya landasan ekonomi sebagai landasan pendidikan untuk memperbaiki dana pendidikan agar dapat memenuhi kegiatan pendidikan di Indonesia . Dan yang terakhir adalah landasan hukum yang merupakan landasan yang dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.

Daftar Pustaka :
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Bahri, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. Dapat diakses padahttp://syamsulberau.wordpress.com/2007/11/16/landasan-pendidikan/. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2012.



Posting     :    http://jihadamizan.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar