PROYEK PENGEMBANGAN
BUDI DAYA SINGKONG
VARIETAS DARUL HIDAYAH
SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN TARAP KEHIDUPAN
EKONOMI
PETANI,SEKALIGUS MENGINTIP PELUANG
PENGEMBANGAN BAHAN
BAKU BIOFUEL
A.PENDAHULUAN
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Pengembangan
prakarsa kemandirian harus didorong dengan cara mengembangkan berbagai
potensi masyarakat, memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki dan
mengoptimalkan hasil – hasil dari prakarsa dan pemanfaatan tersebut, sehingga
berbagai upaya dimaksud harus berujung dan bertumpu kepada kesejahteraan
rakyat, dan kemakmuran daerah yang bersangkutan, berdasarkan sendi – sendi
keadilan dan pemerataaan.
Salah satu upaya
untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengembangan sector AGROBISNIS, yang
memang sudah merupakan ciri utama dan mayoritas kehidupan masyarakat di negara
kita, dimana sebagian besar penduduknya bertempat tinggal dipedesaan,
dengan hidup mengandalkan dari sector pertanian. Berdasarkan Program
Menteri Pertanian dengan keputusan Menteri Pertanian Nomor :
867/kpts/TP.240/11/98 tertanggal 4 Nopember 1998 di Jakarta perihal PELEPASAN
UBI KAYU LOKAL DARUL HIDAYAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA DARUL HIDAYAH
Hanya saja berbagai
upaya yang telah dilakukan baik itu oleh pemerintah maupun berbagai kelompok
lain dalam memberdayakan sektor Pertanian selalu terbentur pada persoalan
pokok, yaitu harga jual yang selalu rendah pada saat terjadi panen,
produktifitas satuan lahan yang kecil, dan persoalan pemasaran.
Untuk mewujudkan
harapan dan tujuan tersebut, kami BIGCASSAVA.COM atau
SINGKONGRAKSASA.COM telah memulai rintisan sejak lima tahun yang lalu, dengan
mencoba mengembangkan budi daya singkong Darul Hidayah ( Singkong Raksasa ),
yang merupakan bibit unggul dari singkong – singkong yang ada saat ini,
dan telah terbiasa dibudidayakan oleh petani secara konvensional.
Pengembangan
singkong Darul Hidayah adalah merupakan jawaban dari persoalan dan rendahnya
produktivitas persatuan lahan, dimana untuk jenis singkong konvensional
biasanyan hanya dihasilkan sebesar 40 – 50 ton/ha lahan tanaman bahkan
terkadang hanya mencapai 20 – 25 ton /ha lahan tanam. Sedangkan singkong Darul
Hidayah setelah melalui uji tanam atau Pilot Project I diketahui dapat
menghasilkan singkong sebagai hasil tanaman sebesar 100 – 150 ton/ha lahan
tanam. Bahkan sejak bulan April 2006 sampai dengan September tidak turun hujan
( kemarau ) singkong Darul Hidayah tetap berkembang panjang umbinya mencapai
satu meter per batang ubi kayu , Bahkan tidak sedikit jenis singkong
Konvensional yang mati daun dan batang sehingga gagal panen.
Selain itu
BIGCASSAVA.COM memilih komoditas singkong sebagai garapan utamanya didasarkan
pada hasil survey dan analisa market, bahwa kebutuhan berbagai jenis industri
yang memanfaatkan singkong sebagai singkong sebagai bahan bakunya sangat besar,
seperti industri makanan, industri farmasi, industri kimia, industri bahan
bangungan, industri kertas, Industri BIOFUEL. Akibatnya beragamnya jenis
industri yang memanfaatkan singkong sebagai bahan baku utamanya, tidak heran kalau dari singkong dapat dihasilkan 14
macam produk turunan. Kebutuhan bahan baku singkong tersebut bukan hanya
untuk konsumsi dalam negeri, juga untuk kebutuhan import, dan ironisnya
kebutuhan kebutuhan industri dalam negeri masih mengimport bahan baku
industrinya, padahal bahan tersebut berasal dari bahan dasar singkong
Hal lain yang
sangat penting dari budi daya singkong ini cenderung dapat ditanam pada jenis
tanah apapun di satu sisi sedangkan pada sisi lain dapat mengoptimalkan lahan –
lahan yang belum maksimal produksi, sehingga apabila kegiatan – kegiatan
tersebut tumbuh kembangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya, akan
diperoleh beberapa keuntungan yaitu :
1.
Dapat mencegah
urbanisasi ke kota – kota besar
2.
Terbukanya lapangan
kerja baru
3.
Termanfaatkannya lahan
– lahan yang belum optimal produksi
4.
Meningktanya kesejahteraan
masayarkat petani
5.
Meningkatkan IPM
daerah Kabupaten Sukabumi
Kegiatan
pengembangan Budi daya Singkong dengan cara optimalisasi lahan – lahan yang
belum dan dalam rangka membangun agro bisnis dan agro industri yang
terintegrasi, sangat sejalan dengan PERDA Propinsi Jawa Barat No. 1 tahun 2001
Tentang rencana Strategi Propinsi Jawa barat tahun 2001 – 2005, dimana
didalamnya memuat aspek pemanfaatan lahan tidur secara optimal guna
meningkatkan prouktivitas pertanian.
B. PELUANG PASAR, KESEMPATAN KERJA & LUAS
AREAL TANAMAN SINGKONG
Sebagaimana
diuaraikan di atas peluang pengembangan usaha budi daya singkong sangat
terbuka, hal ini tidak lain karena kebutuhan produk dan beragamnya produk
olahan dari bahan dasar singkong seperti Gaplek, Chips, Pellet, tepung, dengan
pangsa pasar untuk dalam negeri seperti industri makanan & minuman (
kerupuk, Sirup), industri textile, industri bahan bangunan ( Gips
& Keramik ), Industri kertas, industri pakan ternak, sedagkan untuk pangsa
pasar luar negeri dengan tujuan eksport adalah Negara Masyarakat Ekonomi Eropa,
Jepang, Korea, China, Amerika Serikat, Jerman, dengan pemanfaatan untuk bahan
baku farmasi, bahan baku industri lem, bahan baku industri kertas, dan bahan
baku industri pakan ternak.
Potensi Singkong
UNIDO (UN
Industrial Development Organization) atau Badan PBB di bidang Pembangunan
Industri sudah sejak awal tahun 1980-an menerbitkan beberapa laporan tentang
potensi singkong atau ubi kayu atau sampeu atau manioc, terutama di negara berkembang seperti di Indonesia yang memiliki
lahan luas dan memungkinkan, karena permintaan pasar produk singkong tersebut
dalam bentuk gaplek, tepung gaplek, dan terutama tepung tapioka, sangat tinggi.
Dari data UNIDO
sejak tahun 1982, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil manioc terbesar ke-3 (13.300.000 ton) setelah Brasil (24.554.000 ton), kemudian
Thailand (13.500.000 ton), serta disusul oleh negara-negara seperti Nigeria
(11.000.000 ton), India (6.500.000 ton), dan sebagainya, dari total produk
dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun. Walau dari hasil kebun per hektar (ha), Indonesia masih rendah,
yaitu 9,4 ton, kalau dibandingkan
dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton), Thailand (13,30 ton), Cina (13,06
ton), Brasil (10,95 ton). Tetapi, lahan yang tersedia untuk budidaya singkong
cukup luas, terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan di
dataran tinggi berdekatan dengan kawasan hutan.
Pada umumnya, di
Indonesia masih jarang budidaya singkong berbentuk perkebunan dengan luas di
atas lima hektar, karena umumnya masih merupakan kebun sela atau tumpang sari
setelah penanaman padi huma, kebun hortikultura, ataupun hanya merupakan kebun
sambilan, yang lebih banyak ditujukan untuk panenan daun/pucuknya yang dapat
dijual untuk lalap, urab, ataupun makanan lainnya. Sedang dari ubinya, merasa
sudah cukup hanya menjadi makanan panganan, baik dalam bentuk keripik, goreng
singkong, rebus singkong, urab singkong, ketimus, opak, sampai ke bubuy singkong. Kadang-kadang dapat pula
ditingkatkan menjadi makanan yang lebih "bergengsi" kalau menjadi
"misro" (atau amis di jero/di dalam) atau
"comro" (oncom di jero), dan sebagainya.
Ekspor singkong
Indonesia dalam bentuk gaplek (keratan ubi singkong yang dikeringkan), tepung
gaplek, ataupun tepung tapioka cukup meyakinkan dan dapat bersaing, seperti
gaplek Indonesia yang sangat terkenal di mancanegara, terutama di Masyarakat
Eropa (ME) sehingga harganya mampu bersaing dengan produk sejenis dari beberapa
negara di Afrika, juga dari India dan Thailand, yaitu rata-rata dengan harga
65-75 dollar AS/ton, kemudian meningkat sampai 130 dollar AS/ ton, padahal
produk yang sama dari India, Thailand, dan apalagi dari negara-negara di
Afrika, hanya mencapai 60 dollar AS/ ton dan tidak lebih dari 80 dollar AS/ton.
Akan tetapi,
berbeda dengan produk tapioka, yang semula Indonesia dikenal sebagai penghasil
tepung tapioka terbaik kualitasnya, bahkan mendekati kualitas pharmaceutical grade atau produk bahan
baku untuk keperluan farmasi, tetapi tiba-tiba pada tahun 1980-an jatuh menjadi
kualitas terendah, kalah oleh produk sejenis dari negara-negara Afrika, apalagi
dari India dan Thailand.
Masalahnya adalah, bahwa di dalam tepung
tapioka hasil Indonesia terdapat residu (sisa) pestisida yang membahayakan,
bahkan di atas ambang batas.
Memang budidaya
singkong, pada umumnya di Indonesia, tidak menggunakan pestisida, terutama insektisida
(pembasmi hama). Tetapi, mohon untuk diketahui, bahwa pada umumnya pabrik
tapioka, yaitu pengolah ubi kayu menjadi tepung, umumnya berada di lingkungan
kawasan pertanian padi, serta untuk keperluan pabrik, sejak mencuci ubi sebelum
dihancurkan (diparut), menghasilkan "larutan" tapioka dari parutan
sampai ke pengendapan dan memisahkan larutan menjadi "bubur" tapioka,
dari selokan yang keluar dari kotakan sawah. Jadi kalau dihitung secara
teoretis (on paper) penggunaan pestisida, apakah itu organofosfor
ataupun lainnya, rata-rata dua kilogram (kg) per ha sawah, maka sisa yang
terdapat di dalam air sawah, sekitar 150-200 ppm (part per million atau 1 mg
per liter). Dengan begitu, wajar saja kalau sisa/residu tersebut akan terdapat
antara 20-35 ppm pada tepung tapioka, sedangkan persyaratan WHO harus kurang
dari 0,05 ppm.
Saat produk tapioka
Indonesia jatuh dan terpuruk, maka kalau mau dijadikan komoditas ekspor,
khususnya ke Eropa, harus dijual dulu melalui Singapura, karena di negara
tersebut tapioka kita yang sudah tercemar residu pestisida akan
"dicuci" terlebih dahulu hingga memenuhi syarat, kemudian baru diekspor
ke beberapa negara di Eropa dengan nama "Made in Singapore", padahal,
kelakar banyak pakar pertanian, di Singapura tersebut jangankan ada kebun
singkong, mencari untuk obat saja sudah susah, dan baru ada di Malaysia.
Tahun 1980-an,
ekspor produk singkong Indonesia, terutama dalam bentuk gaplek dan tepung tapioka,
umumnya ke negara-negara ME. Sedangkan yang membutuhkan produk singkong
Indonesia, banyak negara di luar ME. Akibatnya keluar semacam SK Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri tahun 1990, yang menyatakan bahwa eksportir
Indonesia yang mau mengekspor ke luar ME akan dapat rangsangan 1:2, yaitu dalam
bentuk mereka akan dapat jatah ekspor ke ME sebesar dua kali jumlah ekspornya
ke non-ME.
Makin menurunnya
jumlah ekspor gaplek, karena penurunan produk singkong Indonesia, misalnya
dari 17,1 juta ton tahun 1989, menjadi 16,3 juta ton tahun 1990. Ini disebabkan
pula karena konsumsi di dalam negeri untuk banyak kegunaan dalam bentuk
singkong mencapai 12,65 juta ton, sehingga sisa singkong yang akan digaplekkan
hanya sekitar tiga juta ton saja. Dengan catatan konversi (perubahan) dari ubi
singkong segar menjadi gaplek sekitar 30 persen saja. Karena itu, tidak heran
kalau ekspor juga ikut anjlok, yaitu dari sekitar 790.000 ton ke ME dan 657.104
ke luar ME hanya menjadi 122.845 ton (tahun 1989-1990). Ternyata penurunan
tersebut terkait dengan banyak petani singkong yang sudah tidak mau lagi
menanam singkong; disebabkan antara lain karena "tanah bekas"
singkong menjadi lebih kurus karena selama penanaman tidak pernah dilakukan
pemberian pupuk, misalnya pupuk organik dalam bentuk pupuk hijau (tanaman
polong-polongan), serta faktor lainnya lagi, antara lain, banyak pabrik tapioka
daerah yang kemudian gulung tikar, sehingga produk para petani kemudian banyak
yang rusak, misalnya perubahan warna menjadi kehitam-hitaman ataupun membusuk. Juga singkong untuk bahan baku tapioka berbeda
dengan singkong konsumsi, yaitu kandungan senyawa cyanida lebih tinggi dan
terasa pahit.
Petani, bukan saja
disebabkan karena keterbatasan lahan untuk budidaya singkong yang menyebabkan
mereka tidak tertarik, tetapi juga karena pemasaran yang bertahap, sehingga
dari petani bernilai antara Rp 36 - Rp 50/kg segar, dan para pengumpul menerima
sekitar Rp 75-Rp 100/kg segar. Dulu ketika di hampir tiap daerah/desa banyak
bermunculan pabrik pengolah singkong menjadi tapioka, hasil jerih payah mereka
banyak membantu pendapatan.
Bahwa bertani
singkong menguntungkan, banyak dialami petani di beberapa daerah di Jawa Barat,
mulai dari Kabupaten Purwakarta, Subang, Sumedang, Tasik, Ciamis, Garut, sampai
sukabumi dan Cianjur.
Mereka menanam
singkong bukan sekadar sambilan, tetapi sudah dikhususkan pada lahan yang sudah
ada, dengan luas antara 1-4 ha, umumnya terletak di lereng pegunungan,
berbatasan dengan lahan Kehutanan/Perhutani. Lahan untuk tanaman singkong tidak
harus khusus, dan tidak memerlukan penggarapan seperti halnya untuk tanaman
hortikultura lainnya, misal sayuran. Juga selama penanaman, tidak perlu
pemupukan dan pemberantasan hama atau penyakit.
Ternyata hasil tiap
panen (antara 5-6 bulan setelah penanaman) dari luas 1 ha akan dapat diraih
keuntungan sekitar Rp 2.500.000, yaitu dari hasil penjualan umbinya (4-6 ton)
serta pucuk daunnya. Yang perlu diketahui, bahwa selama budidaya tidak banyak
pekerjaan yang harus dilakukan, misal menyiangi gulma (hama). Tentu saja kalau hal ini dilakukan,
hasilnya akan dapat lebih baik lagi. Padahal bibit singkong yang mereka tanam
masih jenis tradisi, yang hanya memberikan hasil ubi sekitar 4-8 ton/ha.
Sekarang, seperti
yang dilakukan oleh para pengusaha singkong di daerah Lampung, Sulawesi
Selatan, serta daerah lainnya, di samping lahan yang digunakan dapat lebih dari
500 ha/kebun, bahkan ada yang mencapai ribuan ha, juga bibit singkong umumnya
merupakan bibit unggul seperti Manggi (berasal dari Brasil) dengan hasil
rata-rata 16 ton/ha, Valenca (berasal dari Brasil) dengan hasil rata-rata 20
ton/ha, Basiorao (berasal dari Brasil) dengan hasil rata-rata 30 ton/ ha, Muara
(berasal dari Bogor) dengan hasil rata-rata 30 ton/ ha, Bogor (asal dari Bogor)
dengan hasil rata-rata 40 ton/ha. Bahkan, sekarang ada pula jenis unggul dan
genjah (cepat dipanen), seperti Malang-1, dengan produksi antara 45-59 ton/ha
atau rata-rata 37 ton, Malang-2, dengan produksi rata-rata antara 34 - 35
ton/ha.
Semakin banyak
petani berdasi yang saat ini mulai melirik budidaya singkong dengan luas tanam
di atas 50 ha, terutama di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, karena
permintaan produk, terutama dalam bentuk gaplek, tepung gaplek dan tepung
tapioka, terus meningkat dengan tajam. Serta produk olahan singkong Indonesia, terutama
dalam bentuk gaplek dan tepung gaplek, dapat bersaing dengan produk sejenis
dari negara-negara di Afrika, juga dari Thailand dan India. H UNUS SURIAWIRIA, Bioteknologi dan Agroindustri, ITB
C. MENANAM BENSIN DIKEBUN SINGKONG
[ ilmu & Teknologi, Gatra No:13 Beredar
senin, 7 Februari 2006]
MENTERI Riset Dan
Teknologi Kusmayanto Kadiman ternyata bisa juga jadi supir, Mantan Rektor
Institut Teknologi Bandung itu tanpa canggung duduk dibelakang setir Land Rover
Discovery. Penumpangnya Direktur Jenderal Industri Kimia dan Direktur Jenderal
Migas. Mobil kelas atas ini meluncur dari Gedung BPPT di jalan M. H. Thamrin
menuju Monumen Nasional, lalu kejalan Jenderal Sudirman dan Memutar lagi di
Jembatan semanggi balik lagi ke BPPT.
Tak lama Kusmayanto
jadi supir kamis terakhir dibulan Januari itu hanya memamerkan kinerja mobil berbahan bakar Singkong Tapi demo Kusmayanto belum berakhir”Saya akan Promosikan ke
Istana Negara,”katanya . Namun sebelum beranjak ke Istana rupanya gayung sudah
bersambut oleh Gubernur Sutiyoso. Ia akan menjajaki penggunaan “ Bensin
Singkong “ itu untuk taksi di Jakarta.
Bensin Singkong?
Tepatnya bensin dioplos alcohol yang dibuat dari ubi kayu. Di dunia dikenal
dengan sebutan gasohol atau gasoline-alkohol. Penelitian
gasohol giat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada bensin yang
diyakini bakal habis ditambang. Salah satunya alternatifnya mencampurkan etanol
kedalam bensin. Etanol mengandung 35 % oksigen, sehingga meningkatkan efisiensi
pembakaran. Juga menaikkan Oktan, seperti zat aditif ( methyl tertiary
buthyl ether – MTBE) dan tetra ethyl lead (TEL) yang umum dipakai berbeda
dengan TEL, Etanol bisa terurai sehingga mengurangi emisi gas buang
berbahaya.
Tak mengherankan
pemakain Etanol di dunia makin dan makin Besar, Produksi etanol dunia untuk
bahan bakar diduga bakal meningkat dari 19 Milyar liter ( 2001) menjadi 31
Milyar liter ( estimasi 2006). Beberapa Negara di Brasil, Amerika Serikat,
Kanada. Uni Eropa dan Australiasudah menggunakan campuran 63% etanol dan 37% bensin.
Sedangkan yang mengisi tangki Land Rover Pak Menteri itu adalah gasohol Be-10,
artinya porsi Bioetanol 10 % dan Bensin 90 %. Dengan porsi 10 % kerja mesinnya
bisa optimal, “kata Agus Eko Tjahyono. Kepala Balai Besar Teknologi Pati,
Lampung.
Di Indonesia
sendiri gasohol bukan barang baru, di Lampung, gasohol sudah bertahun – tahun
mengisi tangki mobil dan motor para pegawai Bali Besar. Tapi tak pernah dilirik
pejabat Jakarta. Teknologi ini mulai diteliti Balai Besar sejak 1983
dengan bantuan teknis dari lembaga penelitian Jepang,JICA. Mereka terus
mengembangkan teknologi itu dengan tekad mengubah sumber pati tak berharga itu
– di lampung, tiap kilogramnya, harganya tak lebih dari harga sepotong ubi
goreng di Jakarta – menjadi bahan bakar bernilai tinggi. Hasilnya ?”sekarang,
gasohol ubi kayu kami termurah didunia. “kata Agus Eko Tjahyono.
Sumber Bioetanol
memang tak Cuma singkong, bisa juga tebu,sagu,jagung,gandum,bahkan limbah
pertanian seperti jerami. Di Amerika yang banyak dipakai sebagai sumber pati
adalah jagung,tapi Agus yakin bahan bakar Bakar alternative dari singkongnya
mampu bersaing di pasar.
Teknologi kami
makin efisien. Ongkos Produksi lebih murah dari minyak tanpa subsidi, “ katanya
untuk skala kecil, kapasitas 60.000 liter per hari biaya produksinya Rp. 2.400,
lebih rendah dibandingkan dengan bensin yang berkisar Rp. 2.600. Menurut Agus,
Gasohol juga bisa mensejahterakan Petani. Contoh tahun 2004, konsumsi bensin 15
Juta Kilo liter. Jika 20 %nya diganti gasohol BE-10, berarti menghemat 3 juta
kiloliter bensin. Setiap liter alcohol. Dihasilkan dari 6,5 Kilogram Singkong
artinya butuh 2 juta ton singkong dari lahan 100.000 hektare.
Apabila menggunakan
singkong Varietas unggul Darul Hidayah hanya memerlukan lahan seluas 13.500 Ha.
Dengan menanam singkong Varietas unggul dapat mengefisiensi :
1.
Lahan
2.
Bibit
3.
Pupuk
4.
biaya garapan( olah
lahan )
5.
penyiangan rumput
6.
biaya panen
7.
biaya angkut
8.
Hasil panen lebih
optimal dalam waktu yang lebih singkat sebesar 100 sampai 150 ton dalam jangka
waktu 1 tahun, dari pada singkong konvensional panen dengan hasil
100 - 150 ton dalam jangka waktu 4 tahun
Sedangkan untuk
kebutuhan tersebut utnuk memenuhi pasokan kebutuhan lokal saja
BIGCASSAVA.COM hanya mengambil 30 % dari kebutuhan yang ada atau sekitar 100
ton singkong segar/hari. Apabila target 100 ton singkong segar / hari diolah
dalam bentuk chips singkong sebagai bahan ½ jadi, maka bila 50%
dari 100 ton diolah dengan cara padat karya, berdasarkan pengalamn Pilot
Project I per orang setiap harinya mampu menghasilkan Chip singkong segar
sebanyak 300 Kg, artinya apabila setiap harinya dilakukan produksi chip sebesar
50 Ton atau 50.000 kg berarti menyerap tenaga kerja sebanyak 167 orang
pekerja/hari, dengan upah chips sebesar Rp. 6.000/100. Dengan demikian seorang
tenaga kerja chips yang bekerja dari jam 07.00 pagi s/d 13.00 siang akan
memperoleh pendapatan sebesar Rp. 18.000/orang/hari.
Untuk mendukung
Program pengembangan budi daya tanaman singkong Darul Hidayah di Kabupaten
Subang sehingga dapat terlaksana sebagaimana yang direncanakan, maka diperlukan
suatu upaya yang terintegrasi dan Sinergis antara Kopersai, Petani, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi maupun Pemerintah Pusat, agar dapat tujuan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat petani dapat tercapai. Salah satu
upaya yang harus dilaksanakan adalah dengan cara memanfaatkan lahan – lahan
tidur baik yang dikuasai Pemda maupun dinas Perkebunan juga Dinas Kehutanan.
Dimana berdasarkan hasil survey dan pertemuan dengan beberapa instansi
terdapat ribuan Ha lahan yang menganggur tidak dimanfaatkan secara optimal.
Untuk pupuk kandang
BIGCASSAVA.COM telah bekerjasama dengan Koperasi Susu Perah
Gunung Gede Sukabumi& Peternak Ayam potong di Warung Kiara Kabupaten
Sukabumi
Pemasaran singkong
(segar, Gaplek, tepung ) diperuntukan :
1.Pakan Ternak Sapi Perah , yang sangat tinggi akan
karbohidrat yang dapat membantu menambah produksi susu.
2. Eksportir Gaplek
Tepung untuk MEE & Asia khususnya China
3. Pabrik Tapioka
4. Pabrik Etanol
Sistem pemupukan (per Hektar)
·
Pupuk kandang 5 ton
·
Pupuk Kimia (N : P :
K) terdiri dari Urea 100kg, TSP 60 kg dan KCL 100 kg
( Awal tanam 1/3 : 1 : 1/3, umur 3 bulan ; 2/3
: 0 : 2/3)
·
Pupuk hayati Golden Harvest 8 liter. ( Awal tanam 2 liter kemudian pada
umur 2, 4 dan 6 bulan masing-masing 2 liter)
·
Rata-rata umbi yang
dihasilkan 15kg per pohon.
Data lab. Ubikayu Mekarmanik (varietas lokal
manglayang)
Pusat Penelitian Kimia - LIPI, No. 310/ULJAK/XII/2007
Pusat Penelitian Kimia - LIPI, No. 310/ULJAK/XII/2007
No
|
Jenis/Kode
Contoh
|
Parameter
|
Satuan
|
Kadar
|
Keterangan
|
1
|
Singkong
Basah
|
Air
|
%
Berat
|
60,29
|
SNI
01-2891-1992
|
2
|
Pati
|
%Berat
|
34,66
|
SNI
01-2891-1992
|
|
3
|
Gula
Total
|
%
Berat
|
2,33
|
Luff
Schoorl
|
|
4
|
Serat
Kasar
|
%
Berat
|
6,61
|
AOAC
962.09(2000)
|
|
5
|
Singkong
Kering
|
Pati
|
%
Berat
|
83,03
|
SNI
01-2891-1992
|
6
|
Gula
Total
|
%
Berat
|
3,76
|
Luff
Schoorl
|
|
7
|
Serat
Kasar
|
%
Berat
|
7,17
|
AOAC
962.09(2000)
|
Pemesanan bibit :
Teguh Rahayu, telp. 08122040286; email : teguh_r@smsagrobost.com
Segera hadir! Bibit Mekarmanik 2
Teguh Rahayu, telp. 08122040286; email : teguh_r@smsagrobost.com
Segera hadir! Bibit Mekarmanik 2
Ethanol Sebagai Bahan Bakar Kendaraan
|
Written by Arsjid Mulia
|
|
![]() Terobosan Bio –Teknologi, merupakan suatu revolusi iptek seperti ditemukannya ‘transistor’ yang merupakan pondasi dari industri microchip saat ini, ditemukannya ‘petroleum cracking’ yang mengembangkan industri BBM dan ‘petrokimia’, dan ditemukannya mesin uap yang mengalirkan ‘revolusi industri’. PT. Sumber Daya Hijau bersama PDBI dan rekan-rekan, berusaha memanfaatkan terobosan-terobosan teknologi ini dalam industri bahan bakar kendaraan bermotor yang memakai Biomas, limbah pertanian yang ramah lingkungan sebagai bahan baku. II. ETHANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR KENDARAAN. Ethanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor sudah dipakai sejak per-mulaan abad ke 20 di Brazil, Perancis, Jerman, Swedia, U.S.A, India, dsb. Henry Ford melihat ‘Ethanol’ sebagai bahan bakar untuk kehidupan hari de-pan namun dalam pengembangan lebih lanjut, BBM dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan. Kini Ethanol dipakai secara luas di Brazil dan U.S.A. Semua kendaraan bermotor di Brazil, saat ini menggunakan bahan bakar yang mengandung paling sedikit kadar ethanol sebesar 20 %. Pertengahan 1980, lebih dari 90 % dari mobil baru, dirancang untuk memakai ethanol murni. Di U.S.A , lebih dari 1 trilyun mil telah ditempuh oleh kendaraan bermotor yang menggunakan BBM dengan kandungan ethanol sebesar 10 % dan ken-daraan FFV (Flexible Fuel Vehicle) yang menggunakan BBM dengan kand-ungan 85 % ethanol (E85, lihat halaman - 2). Tahun 1999, ethanol merupakan pangsa pasar sebesar 1,2 % dari pasaran BBM. III. BUTIR-BUTIR ALASAN PENTING MENGAPA ‘ETHANOL’. 3.1. Teknologi Revolusioner. Selama ribuan tahun, hingga kini, manusia membuat ethanol (alkohol) dari tanaman pangan yang diberi ragi, seperti buah anggur menjadi arak, barley jadi bir dan beras jadi sake, tergantung dari adat istiadat setempat. Ethanol untuk konsumsi dunia besarnya 25,6 juta ton dimana nilai untuk non-minuman bernilai US$ 10 miliar (harga sekarang). Teknologi yang kini sudah maju, bukan saja mengkonversi hasil pangan menjadi ethanol tapi mengkonversi bagian lain dari tanaman atau limbah pertanian menjadi ethanol dan produk-produk lain yang dibuat dari ethanol. Penggunaan limbah pertanian sebagai bahan baku ethanol membuat harga ethanol lebih rendah lagi. 3.2. Dengan dipakainya 2/3 lebih dari produksi dunia untuk bahan bakar kendaraan bermotor, maka ethanol adalah bahan bakar non petroleum yang terbesar didunia. Ini mencakup 41 % dari pasaran bensin di Brazil dan 1,2 % dari pasaran bensin di U.S.A. Potensi ethanol di pasaran bahan bakar kendaraan bermotor di U.S.A adalah 570 juta ton atau 100 kali dari jumlah produksi saat kini se-cara global, maka pasaran ethanol yang cukup murah (ex. limbah pertanian) diperkirakan mencapai 2.000 juta ton (sama dengan 80 kali produksi dunia sekarang). 3.3 Bahan bakar dari minyak bumi adalah sumber utama polusi, sedangkan ethanol dari pertanian (bio-ethanol) adalah bahan terbaharui (renewable), ramah lingkungan, mengurangi import BBM dan khususnya buat Indonesia mengalirkan subsidi BBM kepada para petani yang miskin (sektor yang te-pat menerimanya) melalui penciptaan lapangan kerja yang luas dan sustain-able di perkebunan tanaman energi. 3.4. Alkimia Baru. Proses bio dari limbah tanaman adalah permulaan dari perkembangan lebih lanjut pembuatan produk-produk seperti lactic-acid dan lain-lain bahan kimia yang bernilai tinggi. (lih.lampiran I) IV. STRATEGY. 4.1. Mempelajari teknologi-teknologi pembuatan ethanol yang siap pakai / proven. 4.2. Merencanakan dan membangun (under license) pilot project untuk menunjukan ke-ekonomian dan kelancaran operasi proses dengan teknologi yang dipilih pada butir (4.1). 4.3. Pilot Project dirancang untuk mampu mengolah multi-crops (sebagai bahan baku ethanol: singkong, jagung, bagasse, jerami). 4.4. Mengembangkan budi-daya singkong sedemikian rupa sehingga pro-duktivitas singkong menjadi tinggi dan harga singkong menjadi lebih murah, karena 60 % harga ethanol ditentukan oleh harga bahan baku. V. CONTOH PROSES BIOMASS MULTI CROPS. Di Thailand sedang dikembangkan pesat ‘Thermophilic Bacilli’yang mem-produksi lactate. Ini adalah bahan penting untuk membuat polymer berupa bahan plastik, seperti polyacrylate, polyactide. (lih.contoh Golf Tee dari Jagung). Pasaran lactic acid dunia bernilai US$ 80 juta. Jika harga lactic acid dapat ditekan melalui proses biomas ethanol maka industri bio-degradable plastic akan cepat berkembang luas.
MENGEMBANGKAN PRODUKTIVITAS SINGKONG
(Bahan Baku Utama) JANGKA PENDEK 200 Ha. I. Eksperimen 2003 membuka jalan Ethanol yang murah Mengingat harga Ethanol terutama ditentukan (60%) oleh harga singkong sebagai bahan baku, maka usaha difokuskan kepada peninggian produktivi-tas per Ha, namun pendapatan petani tetap lebih baik dari yang kini ada, walau harga singkong dapat ditekan menuju ke tingkat harga Rp. 70 / Kg. ![]() Hasil panen 5 Januari 2004 dari cultivar ‘Aldira Plus’ menghasilkan produktivitas rata-rata sebesar 20.7 Kg. per pohon, dimana hasil terbesar per pohon asalah 27 Kg umbi. (lihat foto terlampir). Usia panen adalah 12 bulan dan jumlah po-hon yang ditanam adalah 277 batang, dengan jarak tanam 1.5m x 1.0m. Produk-tivitas ini setara dengan 120 Ton / Ha. Lampung rata-rata saat ini = 12.4 ton per Ha. Kondisi tanah adalah marginal (Podzolik, merah - kuning) dan klimat tipe– C, menurut Olderman Kadar pati yang diuji: 29 % untuk usia panen 12 bulan, dan 21 % untuk usia panen 5 bulan. II. Ke-Ekonomian Dari eksperimen ini didapat perhitungan indikator keekonomian yang sangat menarik ( dari catatan biaya yang dikeluarkan dan hasil penjualan ke pabrik tapioca) Hasilnya sebagai berikut : Investasi per Ha. = Rp. 12.7 juta, siklus proyek = 3.6 tahun ( 3 x panen). IRR = 68% ; ROI = 35%; dan ROA = 85% Pendapatan petani diproyeksikan = Rp. 7 juta / tahun, (tidak memiliki lahan) Jika petani memiliki lahan 1 ha. maka pendapatannya = Rp. 11.5 juta /tahun. Harga singkong yang didapat diproyeksikan berada sekitar Rp. 70/Kg dengan pendapatan rata-rata petani = Rp. 7.9 juta. (Lampung rata-rata Petani penghasilannya dibawah Rp. 7 juta) III. Perlu Pilot Proyek yang lebih luas (200 Ha.) Hasil dari eksperimen 2003 diatas cukup memberi harapan, oleh karena itu memerlukan konfirmasi lebih lanjut untuk penanaman le-bih lanjut pada lahan yang lebih luas, 200 Ha. Melalui kerja sama dengan partner strategik, yang mencakup budi daya singkong dan permodalan. Menurut para ahli hasil tanam pada lahan yang lebih luas biasanya akan turun karena kemampuan mengontrol pada mutu pelaksanaan budaya tanam singkong secara intensif menurun (mutu dan disiplin kerja petani). Pilot proyek ini sedang dalam persiapan. ![]() Untuk memperluas lapangan kerja yang berkesinambungan diselu-ruh Nusantara maka didalam: Jangka Panjang Rencana Pembangunan 380 Kilang Ethanol @ 15.000 KL tersebar di seluruh Indonesia. Lapangan Kerja buat: 380.000 petani/KK dan 2.280 sarjana. Sekilas tentang Arsyid Mulia: Beliau saat ini adalah direktur PT Sumber Daya Hijau yang mengkampanyaken penggunaan ethanol sebagai energi alternatif. Beliau juga menjadi PresDir PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia). Pak Arsyid Mulia adalah angkatan 1962 Teknik Fisika ITB. |
||
Last Updated ( Monday, 12 April
2004 )
|
||
Comments
pak......didaerah saya banyak petani singkong, tolong beri
saya desain peralatan untuk membuat ethanol skala 100 Ltr/hari..terima
kasih
Posted by Khairul Bahri, on Friday, 13 June 2008 at 12:15
tolong minta cara pembuatan bioetanol singkong dan berapa
harga mesinya untuk skala industri kecil dan jualnya kemana terimakasih
Posted by erik, on Wednesday, 11 June 2008 at 10:20
saya tertarik dengan usaha bio-ethanol, saya mau bertanya:
bagaimana proses cara pembuatan bio-ethanol dan berapa harga mesin pembuatan
bio-ethanol dari skala rumah tangga sampai skala industri besar? dan satu
pertanyaan lagi: dimana?Ditoko apa? dan bagaimana saya dapat membeli mesin
pembuatan bio-ethanol? terima kasih, putra gunawan ( p_gun87@yahoo.com )
Posted by putra gunawan, on Thursday, 05 June 2008 at 5:38
minta info tentang cara pembuatan bioethanol skala
kecil,semoga dapat membantu orang yang memerlukannya.mengapa sampai sekarang
belum dijalankan proyek ini???
Posted by arief, on Thursday, 22 May 2008 at 12:31
mohon informasinya detail mengenai bau menyengat yang
diakibatkan pembangunan industri etanol? apa dampak kesehatan bagi manusia,
lingkungan dan biota sungai? bagaimana solusi untuk menghilangkan bau yg
sangat mengganggu tsb? atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terima
kasih
Posted by Pu3, on Monday, 28 April 2008 at 12:55
setiap sesuatu berlaku hukum sebab akibat, jika kita
mempropagandakan pemakaian bio-energi. yang nota bene barasal dari pertanian
dan perkebunan. jk lahan dan hasilnya berlomba lomba di peruntukkan untuk
bio-energi sedangkan manusia jg butuh jg untuk lahan-pertanian yg dipakai
untuk konsumsi otomtis bahan2 konsumsi harganya melambung yang disebabkan
penggunaan lahan dan hasilnya untuk bio-energi. trus bagaimn nasib
manusia/negara miskin??? harga kebutuhan pokok melambung?? manusia tahan menghadapi
panas tapi tak kan mampu menghadapi lapar dan kelaparan?? untuk apa berbuat
sesuatu yang mungkin dari satu sudut pandang menyelamatkan dunia tapi satu
sisi yg lain malah mengorbankan orang2 kecil/kemanusiannya dengan
kelaparan.., jadilah pengembil keputusan dan kebijakan yang slalu membawa
keuntungan dan kemakmuran bagi seluruh mahluk bukan segelintir...hiduplah
dengan keadilan bukan keserakahan, kt semua bakal mati apa yang akan kt bawa
saat ajal menjemput selain amal kebajiakan tiap2 amal perbuatan kt akan
dimintai pertanggung jawaban sekecil apapun. kita diutus sbg kholifah untuk
seluruh alam.
Posted by Riduwan, on Wednesday, 23 April 2008 at 8:13 |